TKW asal Cianjur rentan jadi obyek kekerasan seksual
Banyak wanita pergi melalui jalur tidak resmi atau ilegal. Mereka rentan menjadi korban human trafficking.
Banyak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Cianjur, Jawa Barat pergi melalui jalur tidak resmi atau ilegal. Mereka rentan menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia) dan tindak pidana di negara tujuan mereka.
"Contohnya menjadi objek kekerasan fisik dan seksual serta KDRT. Sebab, perdagangan manusia ini sudah terorganisir seperti perdagangan narkoba," kata Ketua Pemberdayaan dan Aspirasi Sosial (LEPAS) Cianjur Susane Febriyati, Rabu.
Dia mengungkapkan, faktor penyebab trafficking sebagian besar karena faktor kemiskinan.
"Contohnya banyak TKI yang tidak dibayar gajinya, penyiksaan dan kekerasan seksual. Bahkan, kasus-kasus seperti ini sulit terkontrol atau diawasi," ucapnya.
Dia menjelaskan, kasus trafficking yang ditangani LEPAS sepanjang tahun 2013 mencapai belasan orang dan rata-rata korban merupakan TKI ilegal.
Jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai puluhan orang. Di samping itu dia mengaku untuk menanggulangi kasus perdagangan manusia ini tergolong sulit, jika minat warga untuk bekerja di luar negeri melalui jalur tidak resmi masih tinggi.
Sehingga perlu kerja sama antar lembaga, pemerintah, maupun penegak hukum untuk mengurangi jumlah korban trafficking serta dalam penanggulangan kasus trafficking harus adanya pengawasan dan memperketat pembuatan surat keterangan untuk bekerja (SKUB).
"Sebab selama ini untuk membuat SKUB di Cianjur dan wilayah lain, sangat mudah, bahkan kerap lolos meski menggunakan identitas palsu," ungkapnya.
Dia menuturkan, dalam pembuatan SKUB disebutkan calon TKI harus memenuhi beberapa persyaratan seperti izin suami dan yang bersangkutan harus membuat sendiri tidak bisa diwakilkan.
"Namun pada kenyataan di lapangan masih saja ada desa yang merekomendasikan pembuatan SKUB ini meski pengurusannya dilakukan pihak lain atau sponsor," jelas dia.
Sedangkan untuk penanggulangan kasus trafficking harus ada pengawasan yang dimulai dari tingkat kecamatan, desa, RW maupun RT, untuk memperketat terjadinya pemalsuan identitas calon TKI.
Sehingga pihaknya menggagas untuk dibuatnya Peraturan Desa (Perdes) tentang trafficking di setiap pedesaan. Hal tersebut untuk memfungsikan sosial kontrol terhadap warga di pedesaan.
Sementara itu, Kelapa Dinas Sosial Tenaga kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Cianjur, Sumitra, menuturkan, untuk penanggulangan kasus trafficking melalui pengiriman TKI ilegal, pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke desa-desa.
"Di dalamnya kami sosialisasikan persyaratan, dampak dari keberangkatan melalui jalur tidak resmi dan pengertian lainnya. Biasanya warga ini menganggap sulit mengurus persyaratan bekerja di luar negeri, jika melalui jalur resmi," katanya.
Bahkan tambah dia, banyak yang menempuh jalur tidak resmi karena beberapa hal seperti tidak lolos akibat faktor usia, pendidikan dan terkait hal yang tidak memenuhi syarat lainnya.
"Sehingga mereka memilih jalur ilegal karena selain tidak ribet diiming-imingi bisa langsung bekerja, tanpa memikirkan dampak buruknya ketika terjadi hal tidak diinginkan pemerintah kesulitan untuk memberikan bantuan," tandasnya.