TPA di Makassar dikeruk, bau sampah menyeruak hingga tengah kota
Menurut pengamat, selama sampah tetap di tumpuk, permasalahan tidak akan selesai.
Ketinggian tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Makassar saat ini sudah mencapai 20 meter. Sampah berbagai jenis kurang lebih 60 ribu kubik juga menutupi akses jalan pemisah antara zona aktif dan zona tidak aktif.
Kondisi ini dikategorikan kritis dan membahayakan. "Sampah di TPA Antang ini memang sudah tanggap darurat karena tumpukannya sudah menimbun jalan akses masuk," kata Sekretaris Dinas Kebersihan Kota Makassar, Zainal Abidin, di Makassar, Rabu (23/3).
Seharusnya, kata Zainal, pembuangan sampah dilakukan di belakang zona aktif. Namun pekerja justru menurunkan sampah di bagian depan, hingga bercampur dengan sampah sudah ada di zona tidak aktif. Padahal di zona aktif masih memungkinkan diisi buangan sampah.
Petugas, ujar Zainal, sementara membelah tumpukan sampah untuk buat mengembalikan posisi akses jalan buat mencapai zona aktif. Pengerjaan dilakukan menggunakan alat berat seperti ekskavator dan buldozer sebanyak sepuluh unit.
Akibat upaya pengerukan inilah menyebabkan aroma tidak sedap dihirup warga Makassar. Bau sampah pun menyeruak hingga ke tengah kota, khususnya pada malam hari. Kawasan terdampak antara lain ada di Jalan Toddopuli, Jalan Batua Raya, Jalan Abdullah Daeng Sirua, Jalan Perintis, Jalan Haji Bau, dan Jalan Kerung-kerung.
"Sebenarnya target waktu yang diberikan Walikota Makassar hanya seminggu, tetapi melihat kondisi lapangan, pengerukan ini tidak bisa hanya seminggu. Karena ini saja sudah hari ke sepuluh, tapi pengerjaannya baru 50 persen," ujar Zainal.
Menurut Zainal, pengerukan ini tidak bisa diselesaikan secepatnya karena selalu ada kendala dihadapi. Misalnya buat mencapai ketinggian tumpukan sampah, operator alat berat tidak berani, sehingga diambil alih oleh anggota TNI dari Kodim 1408/BS, termasuk personel Zipur (zeni tempur).
"Jadi aroma tidak sedap dari sampah yang diobrak-abrik ini memungkinkan akan dirasakan warga Makassar hingga berbulan-bulan lamanya," ucap Zainal.
Zainal menambahkan, produksi sampah warga Makassar per hari sebelumnya hanya kurang lebih 800 ton. Saat ini meningkat menjadi 1.000 hingga 1.150 ton per hari.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Asmar Exwar mengatakan, hal itu adalah konsekuensi dari konsep pengelolaan sampah menggunakan metode penumpukan pola buang tumpuk (land fill).
"Kalau masih dengan konsep penumpukan, maka itu tidak akan mengurangi masalah di pengelolaan sampah. Akan terjadi degradasi lingkungan, mengganggu kesehatan masyarakat sekitar, karena akan berimbas pada sanitasi dan bau. Sebesar apapun wadah pembuangan sampah ini, jika masih konsep penumpukan, maka tidak akan mengurangi resiko. Olehnya yang sesegera mungkin harus dilakukan pemerintah kota adalah mendaur ulang sampah itu," kata Asmar.