Uji materi UU KPK, Komisi III DPR debat dengan Bambang Widjojanto
Bambang merasa kasusnya dikriminalisasi karena terjadi jauh sebelum jadi pimpinan KPK.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan bebas dari perbuatan tercela dan melanggar hukum sekecil apapun. Pasalnya, KPK merupakan lembaga yang memiliki wewenang luar biasa dan strategis. Melalui pimpinan yang bersih dan terpercaya diharapkan pemberantasan korupsi di Indonesia tercapai.
Pandangan ini disampaikan dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Uji materi ini diajukan oleh pimpinan KPK non-aktif Bambang Widjojanto terhadap pasal 31 ayat 1 c UU no 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasal tersebut berisi aturan pimpinan KPK dapat diberhentikan sementara dari jabatannya ketika menjadi tersangka tindak pidana kejahatan. Hal ini dianggap sebagai perlakuan yang berbeda antara pimpinan KPK dengan pejabat negara lainnya.
Terkait hal ini, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, KPK memiliki tugas dan wewenang yang luas dan strategis dalam melakukan pemberantasan korupsi. Misalnya, KPK bisa melakukan koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi. Begitu juga terhadap tindakan pencegahan korupsi, memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara, penyadapan hingga penuntutan.
"Mengingat tugas dan wewenang KPK, maka diperlukan suatu lembaga yang pimpinannya harus memenuhi syarat jabatan tertentu agar dapat tercapai tujuan pemberantasan korupsi. Sehingga syarat jabatan yang ditetapkan terhadap pimpinan KPK dapat berbeda dengan pimpinan dan anggota lainnya, lantaran sifatnya yang berbeda," ujar Arsul dalam sidang uji materi UU KPK di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (25/5).
Argumentasi yang Arsul jelaskan di atas, merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 133/PUU-VII/2009. Dalam putusan tersebut disebutkan sesuai Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), penanganan KKN harus dilakukan lembaga yang benar-benar bersih. Lalu pimpinan KPK diharapkan memiliki integritas, jujur, akuntabel, transparan, dan menjunjung tinggi hukum.
Sebab pimpinan KPK berasal dari orang yang terseleksi tepat dan bersih maka diterapkan prinsip zero tolerance bagi pimpinan KPK atas perbuatan tercela sekecil apapun. Sehingga pimpinan KPK bisa menjadi contoh yang baik.
Selanjutnya, ketentuan dalam pasal yang digugat juga dimaksudkan untuk menjaga citra dan wibawa KPK agar terpelihara dengan baik. Lalu pimpinan KPK yang dijadikan tersangka juga menjadi lebih berkonsentrasi mengikuti proses penyelidikan dan penyidikan yang memerlukan tenaga dan waktu yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Terkait pendapat pemohon soal perlunya kualifikasi jenis tindak pidana ketika memberhentikan sementara pimpinan KPK, ia mengatakan frasa 'menjadi tersangka tindak pidana kejahatan' memang tidak disebutkan secara spesifik kualifikasinya. Sehingga pasal tersebut bermakna untuk semua tindak pidana kejahatan sesuai dengan KUHP.
Menanggapi jawaban DPR, Bambang Widjojanto mengaku setuju adanya pemberhentian sementara untuk menjaga etik dan moral. Tapi seharusnya ketika ditetapkan menjadi tersangka, perlakuannya sama dengan pejabat negara lainnya.
"Harus fair dong. Kalau ditetapkan sebagai tersangka harus jauh-jauh hari sebelum seseorang menjadi pimpinan KPK." ujar Bambang dalam sidang yang sama.