Usai Didatangi Puluhan Provos, Rumah Ipda Rudy Soik Kini Dipantau Drone
Polda NTT yang memecat diriny karena melakukan sejumlah pelanggaran etik
Ipda Rudy Soik melawan putusan Polda NTT yang memecat dirinya karena melakukan sejumlah pelanggaran etik. Pascaperlawanan itu, Ipda Soik mengaku mengalami sejumlah hal tak biasa di rumahnya.
Kubu Ipda Rudy Soik menjelaskan salah satu kejadian tak biasa di rumahnya di Kelurahan Bakunase II, seperti ada benda yang pesawat tanpa pilot atau drone berputar-putar di atas rumahnya. Tak hanya itu, katanya, diduga anggota polisi kerap berlalu lalang di dekat rumahnya.
- Momen Ipda Rudy Soik Duduk Satu Ruangan dengan Jenderal Bintang Dua Usai Dipecat dari Polri
- Trauma Mendalam Keluarga Rudy Soik, Polisi Dipecat Usai Bongkar Korupsi Kini Dibuntuti Drone
- Viral Mobil Istri Ipda Rudy Soik Dicegat Propam, Ini Penjelasan Polda NTT
- Rumah Ipda Rudy Soik Didatangi Puluhan Anggota Provos Polda NTT, Keluarga Histeris
"Kami tidak mengerti maksud Polda NTT hal-hal ini. Keluarga merasa trauma, memangnya kasus Rudy ini seheboh dan sebesar apa?" ujar Kuasa Hukum Ferdi Maktaen, Rabu (23/10).
Ferdi menambahkan, suasana rumah kliennya juga pernah direkam seseorang.
"Coba mereka jelaskan, maksud apa shooting dia punya rumah, cari tau dia punya harta kekayaan. Coba cari tau semua polisi punya kekayaan seperti penyidik-penyidik polisi," ungkap Ferdi Maktaen.
Ia berharap Polda NTT lebih obyektif dalam menangani kasus ini. Sebab apa yang dilakukan membuat keluarga Ipda Soik tak nyaman dan geram.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy membenarkan drone yang selalu mengitari rumah Ipda Rudy Soik. Menurutnya, drone tersebut diterbangkan untuk melakukan penyelidikan terhadap orang yang dicurigai.
"Karena Rudy Soik sudah melakukan pembohongan publik dan menjelekkan institusi Polri," katanya.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan pemecatan Ipda Rudy Soik tak ada kaitannya dengan pemasangan garis polisi di lokasi diduga penimbunan BBM.
Polda menjelaskan, ada sejumlah pelanggaran disiplin dan kode etik hingga akhirnya komisi sidang etik memutuskan memecat Rudy Soik dari institusi Polri.
Kabid Propam Polda NTT Kombes Pol Robert Sormin menambahkan, ada upaya framing yang dibuat Ipda Rudy Soik di media sehingga keputusan memecat dirinya seolah bertentangan.
"Supaya jelas ya, ini bukan karena police line. Ini karena framing Ipda Rudy Soik bahwa karena police line PTDH tetapi karena mekanisme prosedur penanganan BBM yang tidak sesuai dengan SOP," katanya, Minggu (13/10) malam.
Menurut Robert Sormin, dua warga Ahmad Ashar dan Al Gazali Munandar, yang diduga terkait dalam kasus penimbunan BBM yang diungkap Rudy Soik, sempat diperiksa.
"Ternyata hasil pemeriksaan diketahui bahwa proses mekanisme itu bukanlah proses penegakan hukum karena yang disampaikan Ipda Rudy Soik kepada dua korban adalah penertiban bukan police line," ungkapnya.
Itu sebabnya, kata dia, penanganan hukum yang dilakukan oleh Ipda Rudy Soik tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Rudy Soik justru dinilai telah menyalahgunakan wewenang karena tidak ada surat perintah penyegelan sebagai administrasi penyelidikan dan penyidikan yang diatur dalam Perpol Nomor 7.
"Itu kita tanyakan kepada para saksi-saksi di persidangan. Dari hal tersebutlah kita melakukan sidang yang digelar tanggal 10 dan 11 Oktober kemarin," jelas Robert Sormin.
Di luar kasus itu, Polda NTT menyebut pemecatan ini dilakukan atas akumulasi dari tujuh pelanggaran yang dilakukan Ipda Rudy Soik. Saah satuya pernah tersangkut kasus pidana hingga disidangkan di PN Kupang pada 2015 silam dengan putusan hukuman empat bulan.
"Hal-hal itu lah yang menjadi pemberatan dalam proses sidang KKE, sehingga kita mengambil keputusan bahwa putusan yang kita ambil adalah PTDH dengan keterangan saksi-saksi yang menguatkan," ujarnya.
"Jadi bukan hanya karena police line BBM dipecat, tidak! Itu karena adanya alasan pemberatan-pemberatan yang terungkap di persidangan, serta fakta-fakta track record yang bersangkutan. Dia sudah tujuh kali menerima sanksi putusan disiplin dan kode etik," tambah Robert Sormin.