Usai diperiksa KPK soal duit suap Rio Capella, Fransisca ogah bicara
"Maaf ya, maaf ya, misi, misi," kata Fransisca.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Fransisca Insani Rahesti selama sembilan jam. Ia diperiksa lantaran menjadi perantara pemberi uang suap kepada tersangka Patrice Rio Capella.
Sesuai menjalani pemeriksaan hingga pukul 18.49 WIB, anak magang di tempat pengacara OC Kaligis ini memilih menghindari awak media. Dalam menghadapi berbagai pertanyaan mereka seputar pemeriksaan penyidik KPK, Fransisca lebih memilih meminta maaf agar diberi ruang untuk pulang.
"Maaf ya, maaf ya, misi, misi," kata Fransisca sambil berusaha berjalan ke mobil untuk menghindari wartawan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/10).
Dengan dikawal secara ketat oleh petugas keamanan, mantan penyanyi latar band Kla Project ini kembali berusaha menghindar ketika dicecar pertanyaan seputar pengembalian uang suap Rp 200 juta dari Rio. "Maaf ya, maaf ya," katanya.
Sedangkan, pertanyaan seputar tujuan pemberian uang suap tersebut ia memilih tutup mulut dan bergegas menaiki mobil pribadinya jenis BMW dengan nomor plat B 1045 UDY berwarna silver.
KPK memeriksa Fransisca sebagai saksi bagi tersangka Rio Capella dalam suap anggota DPR terkait Penyelidikan Kejati Sumut dan atau Kejagung. Selain itu, Fransisca belum berstatus sebagai tersangka untuk saat ini.
"Fransisca Insani Rahesti diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Rio Capella. Untuk saat ini, Fransisca belum berstatus sebagai tersangka," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk ketika dikonfirmasi Merdeka.com.
Seperti diketahui, Fransisca Insani Rahesti diduga sebagai perantara pemberi suap Rp 200 juta kepada Rio di Resto 48 Dimsum Place, Jakarta. Pemberian itu diduga untuk memuluskan kasus Bansos yang menjerat Gubernur Sumatera Utara Nonaktif Gatot Pujo Nugroho.
Kasus terkait penyelidikan dugaan korupsi dana bantuan sosial, Bantuan Daerah Bawah (BDB), dan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan modal BUMD di Pemprov Sumut.
Rio ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Kamis 15 Oktober 2015.
Ia disangka melanggar Pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.