Vonis Juliari Lebih Berat dari Tuntutan, Jaksa KPK Diminta Evaluasi Diri
Pegiat Antikorupsi Ray Rangkuti mengatakan, vonis Juliari yang lebih berat dari tuntutan jaksa adalah pukulan bagi Jaksa KPK untuk melakukan evaluasi diri. Menurut dia, sejak awal masyarakat mempertanyakan tuntutan jaksa terhadap Juliari.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis terdakwa Juliari Peter Batubara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan terkait kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19. Vonis lebih berat satu tahun dari tuntutan jaksa 11 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan.
Pegiat Antikorupsi Ray Rangkuti mengatakan, vonis Juliari yang lebih berat dari tuntutan jaksa adalah pukulan bagi Jaksa KPK untuk melakukan evaluasi diri. Menurut dia, sejak awal masyarakat mempertanyakan tuntutan jaksa terhadap Juliari.
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Bagaimana bentuk Jurig Jarian? Mulai dari perempuan berambut panjang, sosok bertubuh tinggi dan besar sampai yang menyerupai tuyul karena ukurannya yang kecil dan berkepala botak.
-
Kenapa Jurig Jarian muncul? Legenda ini mengisahkan bahwa Jurig Jarian adalah hasil energi negatif yang berkumpul di lokasi tersebut.
-
Kapan Presiden Jokowi meresmikan Bandara Panua Pohuwato? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato di Provinsi Gorontalo.
-
Siapa Panglima Jukse Besi? Andi Sumpu Muhammad yang diberi gelar Panglima Jukse Besi, dikenal dengan kesaktiannya.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bansos Presiden Jokowi? Pada kasus ini, satu orang telah ditetapkan menjadi tersangka yakni Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020, Ivo Wongkaren, alias IW.
"Tambahan hukuman bagi Juliari dari yang diajukan jaksa KPK adalah kritik yang tajam terhadap KPK. Sejak awal, masyarakat telah mempertanyakan mengapa dituntut dengan hukuman yang biasa saja, bukan hukuman yang sepatutnya," kata Ray dalam keterangan tertulis, Selasa (24/8).
Pendiri Lingkar Madani (LIMA) ini menilai, tuntutan 11 tahun adalah terlalu ringan untuk tindak pidana suap maupun korupsi di tengah kondisi negara sedang kesulitan keuangan dan menghadapi wabah Covid-19. Dia melihat tuntutan Jaksa KPK tak mencerminkan keadilan bagi warga terdampak perbuatan Juliari.
"Jadi dengan tambahan hukuman ini mestinya membuat KPK malu. Malu terhadap para korban akibat suap atau korupsi yang terjadi," ujar dia.
Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara sebelumnya dijatuhkan vonis selama penjara selama 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis tersebut lebih berat satu tahun ketimbang tuntutan jaksa, 11 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan, atas kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Vonis yang lebih berat ini, diberikan majelis hakim berlandaskan dengan pertimbangan hal yang memberatkan, lantaran tindakan korupsi suap bantuan sosial (bansos), dilakukan ketika masyarakat sedang dilanda pandemi Covid-19.
"Perbuatan terdakwa dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam yaitu wabah Covid-19. Tipikor di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menunjukkan grafik peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya," kata majelis hakim dalam pertimbangan putusan saat sidang di PN Jakarta Pusat, Senin (23/8).
Selain itu, hakim juga menilai hal lain yang memberatkan karena selama menjalani persidangan terdakwa tidak mengakui perbuatanya dan selalu berkilah menolak seluruh apa yang tertuang dalam dakwaan.
"Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak kesatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkali perbuatannya," sebutnya.
Sementara pertimbangan yang meringankan, majelis hakim menilai jika Juliari sudah menderita karena telah mendapatkan cacian dan hinaan selama proses hukumnya berlangsung.
"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ucap hakim.
Selain itu, pertimbangan meringankan lainnya antara lain, Juliari belum pernah dipidana dan bersikap sopan selama persidangan. Padahal, dia mesti menghadiri persidangan lainnya sebagai saksi.
"Selama persidangan kurang lebih 4 bulan terdakwa hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar. Padahal selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso," papar hakim.
Sedangkan ditemui usai persidangan kuasa hukum terdakwa Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail menilai putusan majelis hakim terlalu berlebihan. Karena pertimbangan meringankan tidak berpengaruh dan tetap menjatuhkan vonis lebih berat daripada tuntutan JPU.
"Ya makanya itu, seharusnya begitu mereka sadari, bahwa hukuman yang lebih berat sudah dialami, tidak boleh ditambahi seperti ini. Ini namanya putusan itu sudah berlebihan," ujar Maqdir.
Walaupun terkait keputusan menerima atau menolak putusan 12 tahun itu masih dinyatakan untuk pikir-pikir. Namun Maqdir merasa hukuman yang harus dijalani kliennya sangatlah berat.
"Sangat berat, karena buktinya sekarang bahwa Pak Ari itu menerima uang? ngga ada, selain dari pengakuan Matheus Joko Santoso dan juga Adi Wahyono mana ada barang bukti yang disita dari dia? kan ngga ada. Suap itu kan ada barangnya, bukan angan-angan orang gitu loh," klaimnya.
Reporter: Muhammad Radityo Priyasmono
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Juliari Batubara Cuma Dibui 12 Tahun, Dihitung-hitung Sama Saja Dapat Rp104Juta/Bulan
VIDEO:Eks Mensos Juliari Divonis 12 Tahun, Hakim Beri Keringanan Karena Sering Dihina
Tanggapi Vonis 12 Tahun Juliari, ICW Bilang “Harusnya Seumur Hidup di Penjara"
MAKI Soroti Vonis 12 Tahun Juliari: Hakim Cari Aman
Alasan Hakim Cabut Hak Politik Juliari, Lindungi Rakyat dari Pejabat Korup