Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Sikap HKTI Beri Harapan pada Prabowo
Kebijakan ini dinilai tidak hanya berdampak pada industri hasil tembakau.
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menolak kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Sebab, kebijakan ini dinilai tidak hanya berdampak pada industri hasil tembakau, tetapi juga mengancam keberlangsungan pertanian tembakau nasional dan nasib para petani.
- Aturan Rokok Kemasan Polos Disebut Ancam Mata Pencaharian 2,5 Juta Petani Tembakau, Benarkah?
- Tak Hanya Industri, Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Buat Pedagang Asongan hingga Petani Rugi
- Wacana Kemasan Rokok Polos, Bisa Bikin Gelombang Lanjutan PHK
- Menengok Dampak Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos ke Petani dan Pengusaha
Sekretaris Jenderal HKTI, Sadar Subagyo mengatakan, sejatinya konsumen berhak mendapatkan informasi atas produk legal yang dikonsumsi. Kemasan rokok polos tanpa merek lebih rawan terhadap pemalsuan produk hasil tembakau.
Terlebih, negara dapat kehilangan potensi pendapatan dari cukai hasil tembakau (CHT) yang bernilai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
"Karena tidak hanya industri tembakau yang terdampak, tetapi juga sektor-sektor lain yang terkait, termasuk petani tembakau. Ini menjadi kekhawatiran HKTI," ujar Sadar.
Sadar menjelaskan, industri hasil tembakau merupakan sebuah ekosistem yang saling berkaitan antara satu sama lain. Jika satu aspek terkena dampak, hal itu akan menyebar ke aspek-aspek lainnya secara sistemik.
Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek inisiatif Menkes Budi Gunadi Sadikin tersebut diyakini akan berdampak luas bagi pertembakauan nasional, terutama bagi petani.
Mata Pencarian Utama
HKTI juga menyoroti narasi yang sering digunakan oleh pihak anti-tembakau, termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang menyarankan agar petani tembakau beralih ke tanaman lain.
Menurut Sadar, petani memiliki independensi penuh untuk memilih tanaman yang ingin mereka garap, dan tidak seharusnya ada tekanan untuk beralih.
Selain itu, pertanian tembakau juga menjadi mata pencaharian utama yang telah mensejahterakan jutaan petani bahkan di daerah kering yang sulit ditanami komoditas lain.
Meskipun demikian, seharusnya petani tembakau diperlakukan adil oleh pemerintah.
"Petani tembakau sama saja nasibnya dengan petani komoditas lainnya. Keprihatinan terhadap nasib petani tidak harus spesifik menunjuk pada komoditas tertentu," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa UU Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014 telah memberikan kebebasan kepada petani untuk memilih komoditas yang ingin mereka tanam.
Beri Harapan pada Prabowo
Dengan landasan regulasi itu, konversi tanaman hanya akan terjadi jika suatu komoditas tidak memberikan margin keuntungan yang cukup bagi petani dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian, petani sendiri yang akan menentukan apakah mereka akan tetap menanam tembakau atau beralih ke tanaman lain.
Mengenai keberpihakan pemerintahan baru, Sadar menyinggung bahwa Presiden Terpilih Prabowo Subianto, yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum HKTI, diharapkan memberikan perhatian yang lebih terhadap nasib petani dan industri tembakau.
"Kami berharap pemerintahan baru mampu memberikan perlindungan yang lebih baik bagi sektor tembakau dan petaninya," ungkap Sadar.