Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah awalnya minta Rp 5 M ke Mustafa
Jaksa KPK, Ali Fikri menyampaikan Natalis awalnya meminta Rp 5 miliar kepada Mustafa. Uang itu akan diserahkan kepada pimpinan DPRD, ketua fraksi, dan para anggota DPRD.
Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah, Natalis Sinaga didakwa oleh JPU KPK menerima suap sebesar Rp 9.695.000.000 dari Bupati Lampung, Mustafa untuk persetujuan peminjaman dana daerah ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Pemkab Lampung Tengah berencana mengajukan pinjaman ke PT SMI sebesar Rp 300 miliar untuk membiayai beberapa pembangunan infrastruktur. Berdasarkan aturan, pengajuan pinjaman harus atas dasar persetujuan DPRD.
Jaksa KPK, Ali Fikri menyampaikan Natalis awalnya meminta Rp 5 miliar kepada Mustafa. Uang itu akan diserahkan kepada pimpinan DPRD, ketua fraksi, dan para anggota DPRD.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Siapa yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Presiden? Adapun dalam perkara ini, KPK telah menetapkan satu orang tersangka yakni Ivo Wongkaren yang merupakan Direktur Utama Mitra Energi Persada, sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020.
-
Kapan kasus korupsi Bantuan Presiden terjadi? Ini dalam rangka pengadaan bantuan sosial presiden terkait penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada Kemensos RI tahun 2020," tambah Tessa.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bansos Presiden Jokowi? Pada kasus ini, satu orang telah ditetapkan menjadi tersangka yakni Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020, Ivo Wongkaren, alias IW.
"Permintaan terdakwa disanggupi oleh Mustafa dan Mustafa mengatakan kepada terdakwa bahwa Taufik Rahman (Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah) nanti yang akan menindaklanjutinya," jelas Ali Fikri saat sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (2/7).
Pemberian uang berawal dari sikap mayoritas fraksi di DPRD Kabupaten Lampung Tengah yang tak setuju pinjaman daerah ke PT SMI. Mustafa kemudian melakukan pertemuan dengan Natalis di rumah dinas bupati di Nuwo Balak. Dalam pertemuan itu Mustafa meminta Natalis dan Fraksi PDIP agar menyetujui pinjaman daerah dan meminta agar mempengaruhi anggota Fraksi Gerindra dan Fraksi Demokrat agar ikut menyetujui pinjaman Rp 300 miliar. Saat itulah Natalis meminta agar disiapkan uang sebesar Rp 5 miliar.
Natalis kemudian menghubungi Taufik Rahman dan meminta uang tambahan sebesar Rp 3 miliar untuk diberikan kepada Ketua DPD Partai Demokrat, PDIP, dan Partai Gerindra agar pinjaman dapat disetujui dan masuk dalam APBD 2018. Saat bertemu Taufik Rahman di sebuah rumah malam di Branti, Lampung Selatan, Natalis mengatakan kepada Taufik Rahman bahwa Mustafa telah menyetujui uang tambahan Rp 3 miliar.
"Pada saat itu Taufik Rahman juga bertemu Erwin Mursalin selaku ajudan Mustafa dan membenarkan bahwa permintaan terdakwa telah disetujui Mustafa," jelasnya.
Setelah ada kepastian dari Mustafa terkait permintaan uang Natalis, Taufik Rahman berkomunikasi dengan Natalis dan meminta agar penyerahan uang sebesar Rp 8 miliar untuk pimpinan dan anggota DPRD serta ketua partai tidak diberikan sekaligus karena uangnya belum ada dan sedang dikumpulkan.
Mustafa kemudian memerintahkan Taufik mencari dan mengumpulkan uang dari para rekanan yang akan mengerjakan proyek tahun 2018 yang pembiayaannya dari pinjaman PT SMI.
Taufik Rahman kemudian menghubungi langsung Simon Susilo dan Budi Winarto atau Awi untuk menawarkan beberapa proyek pekerjaan yang akan dibiayai menggunakan dana pinjaman daerah dari PT SMI. Atas penawaran proyek itu ada kompensasi kontribusi dana atau komitmen fee yang harus dibayar Simon dan Awi.
"Selanjutnya Simon Susilo memilih dua paket proyek senilai Rp 67 miliar dan bersedia memberikan komitmen fee sebesar Rp 7,5 miliar. Sedangkan Budi Winarto alias Awi memilih satu paket proyek senilai Rp 40 miliar dan bersedia memberikan kontribusi dana atau komitmen fee sebesar Rp 5 miliar. Sebagai tindak lanjut, Taufik Rahman memerintahkan Rusmaladi alias Ncus untuk mengambil uang dari Simon Susilo dan Budi Winarto secara bertahap sehingga terkumpul seluruhnya Rp 12,5 miliar," jelas JPU.
Atas perintah Mustafa, Taufik Rahman menyerahkan uang secara bertahap kepada Natalis sejak November sampai Desember 2017 dengan total seluruhnya Rp 8.695.000.000. Jaksa merincikan uang pertama kali diserahkan Rusmaladi sebesar Rp 2 miliar kepada orang suruhan Natalis di ruko milik Natalis di Terbanggi Besar Lampung Tengah. Rp 1 miliar diambil Natalis dan sisanya diserahkan ke Plt Ketua DPC Partai Demokrat Lampung Tengah, Iwan Rinaldo Syarief.
Uang juga dibagikan ke Ketua Komisi III DPRD Lampung Tengah dari Fraksi PDIP, Raden Zugiri secara bertahap sebesar Rp 1,5 miliar melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto. Selanjutnya kepada Bunyana alias Atubun, Anggota DPRD Lampung Tengah dari Fraksi Golkar melalui Erwin Mursalin sebesar Rp 2 miliar.
Kemudian kepada Anggota DPRD Fraksi Gerindra, Zainuddin sebesar Rp 1,5 miliar melalui Andri Kadarisman. Natalis kembali menerima sejumlah uang bersama Raden Zugiri dan Zainuddin melalui Andri Kadarisman sebesar Rp 495 juta. Kemudian uang juga diserahkan kepada Ketua DPRD Lampung Tengah, Achmad Junaidi Sunardi sebesar Rp 1,2 miliar. Uang diserahkan bertahap melalui tiga orang; Ismail Rizki, Erwin Mursalin, dan Ike Gunarto.
"Bahwa setelah adanya pemberian uang yang jumlah keseluruhannya Rp 8.695.000.000 maka unsur pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah mengeluarkan Surat Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah Nomor: 6 Tahun 2017 tertanggal 21 November 2017 tentang Persetujuan Rencana Pinjaman Daerah Pemkab Lampung Tengah kepada PT SMI sebesar Rp 300 miliar," jelasnya.
Selain persetujuan DPRD, PT SMI juga mensyaratkan Surat Pernyataan Kepala Daerah yang telah disetujui DPRD terkait kesediaan pemotongan DAU atau DBH secara langsung jika terjadi gagal bayar. Taufik Rahman kemudian meminta Andri Kadarisman menemui Natalis terkait hal ini. Saat itu Natalis mengatakan Taufik Rahman belum memenuhi janjinya untuk memberikan uang kepada pimpinan DPRD sebesar Rp 2,5 miliar.
Taufik Rahman melapor kepada Mustafa dan Taufik mengatakan tak memiliki uang untuk memenuhi permintaan Natalis. Rekanan pun kembali dicari dengan komitmen fee yang akan diserahkan kepada Natalis. Sampai pada akhirnya Natalis menerima Rp 1 miliar dari permintaan awal Rp 2,5 miliar.
Atas kasus ini, Natalis dijerat dengan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUH Pidana.
Baca juga:
Raut anggota DPRD Lampung Tengah didakwa terima suap Rp 1 miliar
Kasus suap, pimpinan DPRD Lampung Tengah Natalius Sinaga didakwa terima Rp 9,6 M
Ketua DPD Gerindra Lampung Tengah kembalikan Rp 1,5 M ke KPK
Kasus suap, bupati nonaktif Lampung Tengah jadikan ajudan penyambung lidah ke DPRD
Ajudan Bupati Mustafa diminta kontraktor antar uang buat anggota DPRD Lampung Tengah
Tiru tanda tangan Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah, kader PDIP diberi Rp 500 ribu