Warga Bantargebang desak kenaikan uang bau sampah
Mereka juga tidak ingin terus-terusan dicap sebagai warga yang hidup bersebelahan dengan tempat sampah.
Warga bermukim di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, mengancam akan menutup tempat milik Provinsi DKI Jakarta itu. Sebab, nilai kompensasi uang bau akibat truk sampah diberikan kepada warga tak sebanding dengan kenyataan mesti dialami.
"Kami sudah puluhan tahun hidup bersebelahan dengan TPST milik Jakarta, tapi kompensasi yang diberikan tak sebanding dengan kebutuhan," kata warga Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Habsah (45), usai audiensi dengan DPRD Kota Bekasi, Senin (2/10).
Menurut Habsah, saban tiga bulan sekali, uang disebut Community Development sebesar Rp 300 ribu itu belum apa-apa sudah dipotong buat pembangunan infrastuktur sebanyak Rp 100 ribu. Sementara, kebutuhan air bersih buat dikonsumsi mencapai Rp 150 ribu per bulan.
"Jadi kami nombok Rp 50 ribu setiap bulan. Belum lagi stigma sosial yang kami terima dari masyarakat luar," ujar Habsah.
Menurut Habsah, warga luar daerah menyebut warga Bantargebang identik dengan tempat sampah. Karena itu, mereka ingin mengubah cap itu menjadi karyawan pengolahan sampah.
"Kami ingin dijadikan karyawan atau diberdayakan di TPST Bantargebang," lanjut Habsah.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata mengatakan, pihaknya akan menampung aspirasi warga meminta kenaikan uang kompensasi bau. Menurut dia, uang diterima memang sedikit jika dibanding dengan beban dirasakan.
Kabid Pendataan dan Pengembangan Dinas Kebersihan Kota Bekasi, Ratim mengatakan, pihaknya akan mengusulkan kepada DKI Jakarta terkait permintaan warga. Usulan itu disampaikan bersamaan dengan kenaikan tipping fee setiap dua tahun sekali.
"Sesuai dengan perjanjian, tipping fee naik pada tahun 2016 dari Rp 123 ribu menjadi Rp 133 ribu," kata Ratim.