Akbar Tandjung: Agung Laksono sudah tidak mau berkomunikasi
Akbar menyerahkan sepenuhnya konflik Golkar kepada mekanisme hukum.
Dualisme kepengurusan Partai Golkar tak kunjung usai. Satu-satunya jalan untuk menyudahi perseteruan antara Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono dinilai hanya melalui jalur hukum.
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tandjung mengatakan, kisruh yang terjadi di partainya dikembalikan ke mekanisme hukum. Saat ini dia hanya menunggu proses hukum yang sedang berjalan di PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Semuanya kan kita kembalikan ke arah mekanisme hukum pengadilan. Karena kita kan negara hukum, bukan negara kekuasaan, ya kita tunggu saja proses hukum yang sekarang sedang berjalan di PTUN, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dan di Bareskrim juga berjalan. Ya kita tunggu saja semuanya itu," kata Akbar saat hendak menjenguk Anas Urbaningrum di Gedung KPK, Kamis (9/4).
Ketika ditanya apakah Akbar pernah mencoba memberikan masukan kepada kedua belah kubu agar bisa berdamai, Akbar mengaku hal itu hanya dilakukannya kepada Aburizal Bakrie, yang masih dianggapnya sah secara legalitas kepengurusan partai.
Akbar juga menjelaskan kenapa menurutnya Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie lebih sah, dibandingkan dengan Munas Ancol yang diselenggarakan kubu Agung Laksono.
"Mengenai masukan kepada kedua belah pihak, sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar saya ya memberi masukan kepada Aburizal Bakrie. Memang dulu juga sempat berkomunikasi dengan Agung Laksono, tapi setelah dia melakukan Munas di Ancol saya sudah tidak pernah berkomunikasi, karena Agung Laksono pun juga sudah tidak mau berkomunikasi," ujar Akbar.
"Kemudian saya menyadari bahwa Munas Bali di mana saya hadir, menurut saya mempunyai keabsahan yang kuat, karena dihadiri oleh kepemimpinan partai yang resmi dari hasil Munas Riau, dan dihadiri oleh para ketua DPD I dan DPD II yang resmi. Sehingga saya juga punya gambaran bahwa Munas Bali itu, saya yakini memiliki keabsahan yang sah," pungkasnya.