Analisis Dampak Penunjukan TNI-Polri jadi Penjabat Kepala Daerah
Opsi ini sebaiknya tidak diulangi karena penjabat gubernur ini mengisi kekosongan kepala daerah dalam waktu yang cukup lama.
Muncul wacana perwira TNI dan Polri mengisi kekosongan kursi kepala daerah sebagai penjabat gubernur dan penjabat bupati/wali kota. Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan menilai, sebaiknya Presiden Joko Widodo tidak merekrut perwira TNI atau Polri sebagai penjabat gubernur atau penjabat bupati/walikota. Kendati undang-undangnya memungkinkan, Djohermansyah menilai, hal ini untuk menjamin menguatkan demokrasi yang baik dengan supremasi sipil.
"Kalau mau menjamin konsolidasi demokrasi yang baik maka supremasi sipil harus dipertahankan, jadi tidak tepat tidak bijak jabatan penjabat kepala daerah diisi tentara mau pun polisi dalam konteks demokrasi yang kita kuatkan, konsolidasi demokrasi, demokrasi yang sehat," ujar Djohermansyah saat dihubungi merdeka.com, Rabu (5/1).
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
-
Kapan Panglima TNI menerima penghargaan? Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto dianugerahi penghargaan Meritorious Service Medal dari Pemerintah Singapura.
-
Dimana pasukan TNI merebut daerah yang dikuasai PKI? Setelah melewati berbagai pertempuran sengit, satu per satu daerah yang dikuasai PKI bisa direbut Pasukan TNI.
-
Di mana ledakan gudang amunisi TNI terjadi? Lokasi ledakan Gudang Amunisi Daerah (Gudmurad) Desa Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/3) lalu menyisakan pertanyaan.
Guru Besar IPDN ini bilang, kurang elok jika kembali lagi seperti dwifungsi ABRI saat zaman orde baru. Sebab, menurutnya, sudah ada pengalaman penjabat gubernur diisi oleh perwira Polri ketika Pilkada 2018.
Opsi ini sebaiknya tidak diulangi karena penjabat gubernur ini mengisi kekosongan kepala daerah dalam waktu yang cukup lama.
"Riskan atau kurang elok kan sudah kita tinggalkan zaman dwifungsi ABRI zaman orde baru, zaman reformasi ini jabatan sipil sebaiknya dijabat orang sipil," tegas Djohermansyah.
Mantan Dirjen Otda Kemendagri ini menjelaskan, perwira TNI dan Polri berpeluang menjadi penjabat gubernur atau penjabat bupati/walikota. Sebab, ada jabatan di kementerian atau lembaga dijabat anggota TNI dan Polri aktif dalam jabatan struktural ASN.
"Artinya kalau memang pakai undang-undang tadi, ada peluangnya dia dari tentara dan polisi diangkat oleh presiden menjadi penjabat gubernur," ujar Djohermansyah.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus mengingatkan Kementerian Dalam Negeri jangan mengangkat penjabat gubernur atau penjabat bupati/wali kota itu dari unsur TNI-Polri.
"Jangan sampai Kemendagri menyeret TNI Polri mengisi jabatan yang tidak bisa dilakukan sepenuhnya oleh Kemendagri dari orang dalam," katanya saat dihubungi.
Kemendagri diminta mengisi kekosongan sementara itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Guspardi meminta, kekosongan itu harus diisi oleh aparatur sipil negara (ASN). Kursi gubernur bisa diisi oleh pejabat setingkat Dirjen di Kemendagri. Atau bila kekurangan bisa mengambil Dirjen dari kementerian lain.
"Caranya untuk pengisian itu harus sesuai ketentuan peraturan dan berlaku. Ketentuan itu harus dari ASN, dari Dirjen," jelas politikus PAN ini.
Sementara bunyi pasal 201 UU Pilkada hanya menyebutkan, dalam ayat (10) yang diangkat menjadi penjabat gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. Dalam ayat (11) penjabat bupati/walikota diangkat dari jabatan pimpinan tinggi pratama.
101 Kepala Daerah Habis Masa Jabatan
Diketahui, ada 101 Kepala Daerah habis masa jabatannya tahun 2022. Kekosongan kepemimpinan pemerintah daerah itu, nantinya bakal diisi oleh penjabat kepala daerah hingga Pemilu serentak digelar tahun 2024.
Hal ini sebagai konsekuensi tidak diubahnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Sejumlah jabatan kepala daerah tingkat provinsi, serta kabupaten/kota ‘nganggur’ dua tahun menunggu Pilkada.
UU Pilkada menegaskan, gelaran Pilkada tahun 2022 dan 2023 diundur ke tahun 2024. Selesai lima tahun atau belum lima tahun masa tugas kepala daerah tersebut.
Terdapat 101 kepala daerah masa jabatannya berakhir pada tahun 2022. Rinciannya, 7 gubernur, termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, akan habis masa jabatannya. Kemudian, ada 76 bupati dan 18 walikota yang juga habis masa jabatannya tahun ini.
Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada berbunyi:
Ayat (3)
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun 2022.
Ayat (5)
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.
Ayat (8)
Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.
Ayat (9)
Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.
Ayat (10)
Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (11)
Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.