Anggota DPR: Masyarakat rela kok beli meterai buat pemimpin mereka
Diah menilai aturan itu sebenarnya untuk melindungi hak suara masyarakat yang mendukung calonnya.
Anggota Komisi II DPR Diah Pitaloka, menilai sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengancam tidak mengikuti Pilgub DKI karena ada syarat meterai dalam surat dukungan sebagai sikap yang terlalu reaktif. Mengingat perubahan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih berupa rancangan.
"Pak Ahok enggak usah terlalu reaktif dan mikirin diri sendiri, enggak memikirkan konteks lebih luas. Aturan pemberian meterai itu bukan cuman buat DKI saja. Ini lebih kepada kepentingan nasional, dan melindungi hak suara masyarakat," jelasnya saat dihubungi, Jakarta, Jumat (22/4).
Untuk diketahui, dalam perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan kepala daerah ditambahkan satu ayat yang menginginkan surat pernyataan dukungan terhadap calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah ditambahkan meterai.
Dalam Pasal 14 ayat 8 disebutkan bahwa meterai dibubuhkan pada perseorangan, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan atau meterai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa.
Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan, penggunaan meterai dalam memberikan dukungan tidak dimaksudkan memberatkan calon perseorangan. Sebab ide ini muncul untuk melindungi hak suara masyarakat. Tidak dapat dipungkiri ada oknum-oknum yang mencari celah dalam kesempitan dengan menjual KTP.
"Bisa aja ada oknum yang jual KTP di kelurahan, jadi calo aja. Makanya perlu meterai untuk memberikan kekuatan hukum pada masyarakat yang mendukung calon perseorangan, jadi enggak bebanin Pak Ahok. Ini murni untuk melindungi si pendukung," tegasnya.
Menurut Diah, Ahok juga tidak perlu memikirkan akan mengeluarkan biaya besar. Jika masyarakat murni mendukung, pasti tidak akan ada masalah mereka membeli meterai demi pemimpin yang sesuai hati nuraninya.
"Kalau enggak ada mobilisasi massa kan enggak akan keluar biaya besar. Masyarakat pasti rela kok beli meterai buat pemimpin mereka, jika itu benar dukungan datang dari hati ya," tutupnya.
Sebelumnya, Ahok menilai usulan KPU cukup memberatkan pasangan calon yang maju melalui jalur perseorangan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Misal Daftar Pemilih Tetap di Jakarta adalah 532.213 orang. Dengan menggunakan meterai Rp 6000, maka setiap pasangan calon yang maju melalui jalur perseorangan harus menyiapkan dana Rp3,1 miliar hanya untuk DPT.
Ahok merasa usulan KPU itu pemborosan. Dia yang maju melalui jalur perseorangan merasa diberatkan dengan usulan tersebut. Ahok menyatakan tidak masalah bila dirinya, tidak maju di Pilkada DKI 2017.
"Kalau semua pendukung pakai meterai, kalau sejuta itu, Rp 6 miliar loh. Duit dari mana? Kalau dia bilang tidak bisa ikut karena meterai, ya sudah tidak usah ikut," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (20/4).
Sementara itu Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menegaskan bahwa pihak sudah membatalkan ketentuan lembar dukungan bermeterai untuk calon independen.
Pembatalan ini dilakukan setelah KPU mendengarkan masukan dari berbagai pihak saat uji publik draf Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 terkait Pencalonan Kepala Daerah.
“Gagasan itu tidak kami teruskan, setelah kami putuskan dalam rapat pleno setelah melakukan uji publik, untuk tidak kami teruskan. Kalau toh, nanti ada perubahan PKPU, tidak ada lagi pasal yang mengharuskan pernyataan dukungan orang-perorangan terhadap bakal pasangan calon independen itu yang dibubuhi dengan meterai,” ujar Hadar saat dihubungi Rabu (20/4).
Hadar mengakui gagasan lembar dukungan calon perseorangan bermeterai merupakan gagasan dari KPU sendiri dalam rangka memperbaiki aturan selama ini. Namun, apa yang digagas oleh KPU, kata dia, baru draf yang harus diuji-publik-kan terlebih dahulu.
"Seperti draf PKPU selama ini, kami selalu melakukan uji publik sebelum menetapkan PKPU tersebut. Setelah mendengarkan masukan dari masyarakat yang cukup baik, mendasar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, kami pertimbangkan dan kami telah membatalkan ketentuan dukungan bermeterai," jelas Hadar.
Baca juga:
Ini penjelasan KPU soal aturan dukungan calon independent bermeterai
Ahok pilih tak ikut pilgub jika syarat dukungan harus bermeterai
Tjahjo pertimbangkan penerapan meterai bagi calon independen
DPR sebut belum pernah ada calon independent komplain soal meterai
Kontroversi syarat meterai sampai bikin Ahok tak mau ikut Pilgub
Wapres JK minta syarat calon independen maju Pilkada tak diperberat
-
Kapan sidang perdana PHPU untuk Anies-Cak Imin? Pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Timnas AMIN, serta Tim Hukum hadir dalam sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 Mahkamah Konstitusi hari ini, Rabu (27/3).
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kapan Anies-Cak Imin mendaftar ke KPU? Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) telah resmi mendaftarkan diri sebagai pasangan Capres-Cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.