Arteria Dahlan Cerita Lawan Jampidum saat Bela Megawati-Prabowo di 2009: Semua Takut Kumpulin Bukti
Arteria mengatakan, pada saat sengketa Pilpres 2009 yang menjadi lawannya adalah Jampidum.
Arteria khawatir apabila kejadian itu diulang pada Pilpres 2024.
Arteria Dahlan Cerita Lawan Jampidum saat Bela Megawati-Prabowo di 2009: Semua Takut Kumpulin Bukti
Anggota Komisi III DPR RI Faksi PDIP Arteria Dahlan bercerita saat dirinya menjadi bagian dari tim sukses Megawati-Prabowo di Pilpres 2009.
Arteria mengatakan, pada saat sengketa Pilpres 2009 yang menjadi lawannya adalah Jampidum. Saat itu, Jampidum tersebut menjadi pengacara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
- Cerita Anies Atasi Polemik Agama di Jakarta, Jamin Fasilitas di Semua Rumah Ibadah Setara
- Perjalanan Gibran jadi Cawapres Prabowo: Lampu Hijau dari MK dan Parpol Hingga Restu Jokowi
- Agum Gumelar Bicara Kriteria Capres 2024 di Depan SBY dan Prabowo: Kita Harus Cari Pemimpin Berani
- Megawati Kumpulkan Ketum Parpol Pendukung Ganjar di Markas PDIP, Bahas Apa?
"Saya korban, pak. Saya 2009, saya ketua tim pemenangan Mega-Prabowo. Lawan saya adalah Kejaksaan, Pak. Waktu itu namanya siapa itu, Pak Jampidum, takut semua ngumpulin bukti, takut, Pak anak buah Pak. Kenapa? Karena di sebelah sana lawyernya presiden terpilih waktu itu Pak SBY, Pak itu adalah Jampidum,"
kata Arteria saat Rapat Kerja Komisi III dengan Jaksa Agung di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/11).
Arteria menegaskan, apabila kejadian itu diulang pada Pilpres 2024, para jaksa menjadi pengacara hukum penyelenggara pemilu, bahkan capres dan cawapres, maka tidak akan ada yang berani melawan.
"Kalau ini direplikasi sampai ke bawah, Pak, tiba-tiba lawyernya KPU Kabupaten, KPU provinsi itu tiba-tiba Jaksa, bubar orang, enggak ada yang berani ngumpulin data lagi pak,"
tegas dia.
merdeka.com
Begitu pula halnya jika menjadi pendapat hukum. Arteria menegaskan agar para jaksa dan para penyelenggara pemilu tidak boleh memberikan pendapat hukum dalam kasus sengketa Pilpres nantinya.
"Bapak usernya pemerintah, Pak, negara Pak. Apalagi menjadi penasihat hukum pasangan calon presiden atau pasangan calon wakil presiden terpilih atau pemenang yang suaranya paling banyak, enggak bisa, Pak. Kita sudah ngerasain, Pak kemarin, pak,"
imbuh dia.
merdeka.com