Bahlil Ungkap Isu Jabatan Presiden 3 Periode dari Dirinya: Tidak Diperintah Siapapun
Bahlil menegaskan, dirinya yang pertama kali melontarkan isu perpanjangan 3 periode.
Bahlil mengaku mendapatkan ide itu karena melihat hasil survei salah satu lembaga survei.
Bahlil Ungkap Isu Jabatan Presiden 3 Periode dari Dirinya: Tidak Diperintah Siapapun
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan, bahwa dirinya adalah orang pertama kali menyampaikan wacana penundaan pemilu dan masa jabatan presiden 3 periode. Bahlil mengaku tidak pernah diperintah oleh siapapun untuk mendorong wacana itu.
"3 Periode katanya itu atas perintah seseorang. Saya mau sampaikan ya, yang ngomong soal isu penundaan pemilu itu namanya Bahlil Lahadalia dan saya tidak pernah diperintah oleh siapapun," kata Bahlil saat pidato dalam acara Deklarasi Penerus Negeri di Djakarta Theater, Jakarta, Sabtu (28/10).
Bahlil mengaku mendapatkan ide itu karena melihat hasil survei Indikator Politik Indonesia. Dia berkata, jika saat itu ide perpanjangan masa jabatan presiden bagus maka silakan dikaji.
- 'Pak Lurah' Disebut di Balik Isu Jabatan Presiden 3 Periode, Istana Sebut Ada Ketegangan di Internal PDIP
- Siswa SMA Ini Tak Disangka Nasibnya Bagus, Saat Dewasa Jadi Rektor Termuda Kini Bakal Calon Presiden
- Menghina Presiden Emang Bisa Dipidana? Ini Loh Aturan Mainnya
- Ganjar soal Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Kalau Ada yang Mau Tiga Kali? Maaf Tidak Bisa
"Dan itu adalah ide dalam menanggapi hasil survei Burhanuddin Muhtadi di era pandemi. Kalau ide saya itu bagus silakan diikuti yang penting secara konstitusional. Tapi kalau tidak ya jangan dikembangkan, jangan dilakukan," ucapnya.
Bahlil merasa heran bila anggapan wacana presiden 3 periode tersebut adalah ide orang lain.
"Nah sekarang sudah terjadi, sudah berlalu, kok masih ada ya yang bicara bahwa 3 periode itu dari seseorang. Jadi teman-teman kalau ada yang salah tentang isu penundaan pemilu itu salah saya, Bahlil Ahdalia. Bukan siapa-siapa," pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Adian Napitupulu buka suara. Akar penyebab persoalan pengkhianatan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya terhadap PDI Perjuangan disebabkan oleh hal sederhana.
Adian menegaskan, PDIP tidak mengabulkan permintaan Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden menjadi tiga periode dan menambah masa jabatan.
"Nah ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kita tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui," kata Adian dalam keterangan resminya, Rabu (25/10).
Adian menegaskan, penolakan atas permintaan tiga periode Jokowi itu karena tidak ingin mengkhianati konstitusi.
"Kemudian ada pihak yang marah ya terserah mereka. Yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi. Menjaga konstitusi adalah menjaga republik ini. Menjaga konstitusi adalah menjaga bangsa dan rakyat kita," tegasnya.
Meski demikian, Adian menampik jadi antipati terhadap Jokowi. Yang dia sesalkan adalah perubahan Jokowi yang begitu cepat terhadap PDIP.
Padahal partai banteng moncong putih itu sudah memberi segalanya untuk Jokowi dan keluarganya mulai dari menjadi wali kota surakarta dua periode, gubernur DKI Jakarta dan presiden dua kali.
"Ada sejarah begini, dulu ada yang datang minta jadi wali kota dapat rekomendasi, minta rekomendasi, dikasih. Minta lagi dapat rekomendasi, dikasih lagi. Lalu minta jadi gubernur, minta rekomendasi dikasih lagi. Lalu minta jadi calon presiden, minta rekomendasi dikasih lagi. Kedua kali dikasih lagi," kata Adian.
"Lalu ada lagi minta untuk anaknya dikasih lagi. Lalu ada diminta untuk menantu lalu dikasih lagi. Banyak benar."
Ketika Jokowi dan keluarganya berpaling dari PDI Perjuangan, Adian Napitupulu yang terkenal sebagai aktivis 1998 ini mengaku sama sekali tidak peduli.
Saat ini, Adian hanya memikirkan bagaimana memenangkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD .
"Status Gibran anak Jokowi. Soal status mereka diserahkan ke DPP dan Ketua Umum PDI Perjuangan. Tugas saya menggalang suara, menggalang kekuatan untuk memenangkan Ganjar."
"Bagaimana Gibran tidak saya pikirkan. Bagaimana Jokowi nggak saya pikirkan. Yang saya pikirkan adalah bagaimana menambah suara satu, satu, satu terus setiap hari untuk Ganjar," demikian Adian yang juga Sekjen Pena 98 ini.