Bukan dikategorikan UU, wajar Inpres penghematan anggaran diprotes
katanya, dalam Inpres tersebut tidak punya cukup dasar untuk menentukan langkah-langkah penghematan.
Keluarnya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang penghematan anggaran Kementerian dan Lembaga oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai kritik. Anggota Komisi XI Heri Gunawan menilai wajar jika Inpres itu diprotes.
Heri berpendapat Inpres soal pemotongan anggaran itu bukan termasuk peraturan perundang-undangan. Pemotongan anggaran, kata dia, hanya bisa dilakukan melalui persetujuan DPR dalam pembahasan APBN-P 2016 dengan mengacu pada UU No. 12 tahun 2016.
"Inpres adalah policy rules yang berarti peraturan kebijakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan. Sehingga, wajar muncul protes, bagaimana mungkin APBN-P 2016 dalam bentuk UU No. 12/2016 sebagai hasil rumusan pemerintah dan DPR bisa diubah hanya dengan Inpres," kata Heri melalui siaran persnya, Kamis (9/8).
Menurutnya, langkah Presiden mengeluarkan Inpres yang menginstruksikan Kementerian/Lembaga untuk melakukan langkah-langkah penghematan dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran tidak cukup kuat untuk menghadirkan postur keuangan yang kredibel.
Apalagi, katanya, dalam Inpres tersebut tidak punya cukup dasar untuk menentukan langkah-langkah penghematan. "Tiba-tiba saja langsung perintah penghematan. Padahal, struktur ekonomi nasional butuh stimulus. Dan itu berarti butuh modal besar," terangnya.
Inpres tersebut berisi besaran penghematan dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Adapun penghematan terendah menjadi beban Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebesar Rp 2,7 miliar. Sementara penghematan tertinggi dibebankan kepada Kementerian Pertahanan sebesar Rp 7,9 triliun.
Politisi Gerindra ini menilai angka-angka penghematan itu muncul tanpa ada analisis yang objektif dan akurat. Oleh karena itu, dia menyarankan pemerintah untuk tidak sembarangan dalam mengambil keputusan, apalagi menyangkut postur anggaran.
"Masalahnya, angka-angka itu muncul begitu saja tanpa analisis yang objektif. Ini bukan republik serampangan. Segala kebijakan butuh reasoning yang objektif dan masuk akal," tegas Heri.
Seharusnya, lanjut dia, pemerintah lebih fokus pada pemaksimalan sumber-sumber pendapatan negara ketimbang memangkas anggaran. Itu dikarenakan penghematan hanya akan menghambat target pembangunan yang tercantum di APBN-P 2016.
"Yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah menggenjot sumber-sumber penerimaan baru secara kreatif dan maksimal. Langkah-langkah penghematan, termasuk di dalamnya self blocking oleh masing-masing kementerian/lembaga hanya akan menghambat target-target pembangunan yang sudah dipatok dalam APBN-P 2016," tutupnya.