Cerita SBY panggil politisi oposisi ke Istana karena gencar kritik
SBY sewaktu memerintah juga pernah melakukan hal tersebut.
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan ada pihak Istana yang tidak suka dan tidak nyaman dengan kritik yang disampaikannya lewat media sosial. Bahkan, kata SBY, pihak itu sampai mengirim pesan kepadanya.
"Saya masih ingat kalau tidak salah dulu sekian bulan lalu, ketika saya sekali-sekali melepas Twitter, ada pihak yang tidak suka, ada elemen di lingkar kekuasaan yang tidak nyaman bahkan mengirim pesan kepada saya," kata SBY lewat wawancara yang diunggah ke Youtube, 6 Februari lalu.
Dengan mengungkapkannya ke publik, SBY jelas tidak suka dengan pihak yang dianggap tidak tahan kritik di era demokrasi ini. Namun, ternyata SBY sewaktu memerintah juga pernah melakukan hal tersebut. Bahkan, lebih dari itu.
Seorang politisi oposisi di periode kedua masa pemerintahan SBY menceritakan, dia pernah dipanggil ke Istana karena gencar mengkritik kebijakan-kebijakan presiden. Awalnya, sang politisi oposisi ini tidak tahu maksud dari panggilan tersebut.
Namun, sebagai warga negara yang baik, politisi itu merasa wajib datang ketika diundang kepala negara ke Istana. Apalagi ketua umum partainya sudah mengizinkan untuk bertemu presiden di Istana.
Namun, kata dia, setibanya di Istana, SBY langsung membuka percakapan dengan bertanya: "Dik (sebut nama)… salah saya apa?".
Si politisi baru tahu maksud pertanyaan tersebut, setelah SBY meminta dirinya untuk menunjuk langsung hidung sang menteri jika ada yang salah dengan kebijakannya.
"Kalau pemerintahan saya ada yang salah, tunjuk langsung menterinya, kementeriannya," kata SBY seperti ditirukan si politisi kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.
Mendengar pernyataan itu, si politisi itu sadar presiden gerah dengan kritik tajam yang dilontarkannya sebagai salah satu pimpinan partai oposisi. Setelah panggilan SBY itu, si politisi akhirnya memodifikasi kritiknya.
Pengamatan merdeka.com, setelah panggilan itu, si politisi jarang sekali menyebut 'Presiden SBY', 'Presiden' atau 'SBY' dalam mengkritik. Dia lebih memilih menggunakan kata 'pemerintah', 'negara', atau langsung menunjuk menteri yang dianggap tidak becus.
Bagi politisi senior ini, modifikasi kritik itu penting sebagai jalan tengah, antara kewajiban oposisi untuk mengontrol pemerintahan dan mencegah amarah penguasa.
Politisi ini yakin, penguasa bisa gelap mata dan melakukan apa saja untuk menghancurkan lawan politiknya jika amarahnya sudah memuncak.
"Jadi oposisi sekarang ini memang harus 'mengayun', Mas," ujar politisi yang kini sudah menjadi bagian pemerintahan Jokowi ini.