Djarot Saiful Hidayat: Pemimpin Harus Berkata Baik, Tidak Gebrak Meja
Djarot mengaku melihat perjuangan Multatuli melawan kolonialisme dan melihat potret kemiskinan. Mantan wagub DKI Jakarta itu yakin Jokowi terinspirasi Multatuli.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP, Djarot Saiful Hidayat menyempatkan diri berkunjung ke Museum Multatuli dalam safari kebangsaan di Kabupaten Lebak, Banten. Kunjungan ini mengilhami keduanya.
Djarot mengaku melihat perjuangan Multatuli melawan kolonialisme dan melihat potret kemiskinan. Mantan wagub DKI Jakarta itu yakin Jokowi terinspirasi Multatuli.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
-
Apa yang menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjadi bukti bahwa Ganjar dan Jokowi terbiasa blusukan? “Kalau kemudian Pak Jokowi itu terkesan di belakang Pak Ganjar, Pak Ganjar datang ke Jawa Tengah, lalu Pak Jokowi datang ke Jawa Tengah, ya sebagaimana kata Pak Ganjar, ‘ya itu bagus’,” kata Hasto, saat konferensi pers, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (2/1).
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Siapa yang Djarot kritik terkait keputusan Jokowi ? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Siapa saja yang mendampingi Jokowi? Sebagai informasi, turut mendampingi Presiden dalam kegiatan ini adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Gubernur Jambi Al Haris, dan Pj. Bupati Merangin Mukti.
"Bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah sekarang adalah melawan kemiskinan, hijrah dari kemiskinan ke kesenangan, kebodohan ke kepintaran. Indonesia pintar itu seperti itu. Saya yakin Pak Jokowi juga diinspirasi oleh Mulatuli," kata Djarot usai mengelilingi museum Multatuli, Kamis (20/12).
Djarot pun terinspirasi oleh roman Max Havelaar karya Multatuli. Bahwa pemimpin harus peduli kepada masyarakat miskin.
"Pemimpin harus merangkul bukan memukul. Harus berkata baik, jangan menggebrak meja. Harus timbulkan keteduhan dan optimisme bukan ketakutan dan represif," ucapnya.
Sekjen Hasto Kristiyanto juga mengatakan memilih pemimpin tidak yang represif. Dia pun mengilhami kunjungan sebagai pengingat nilai perjuangan manusia melampaui batas dan bertahan dari tekanan.
"Pesannya jangan memilih pemimpin yang represif. Pilihlah yang terus cari nilai kemanusiaan hidup. Itulah esensi dalam seluruh perjuangan, antikolonialisme, antipenjajahan, antipengisapan, yang terinspirasi dari Pancasila," kata Hasto.
Kedatangan Hasto dan Djarot disambut oleh Kepala Museum Multatuli Ubaidillah Muchtar. Mereka lebih dulu melihat di area patung Multatuli, Saidjah, dan Adinda. Ubaidillah menerangkan kepada Hasto dan Djarot, patung-patung itu merupakan karya pematung terkemuka Dolorosa Sinaga.
Patung itu, menurut Ubaidillah, melambangkan bersatunya manusia-manusia yang mendambakan keadilan tiada peduli ras dan bangsanya. Juga menganjurkan semangat mencari ilmu pengetahuan lewat buku.
Hasto bersama Djarot juga menilik barang-barang bersejarah milik Edward Dowes Dekker, pemilik nama asli Multatuli. Seperti novel Max Havelaar edisi pertama yang masih berbahasa Prancis (1876), tegel bekas rumah Multatuli, lukisan wajah Multatuli, peta lama Lebak, arsip-arsip Multatuli, dan buku-buku lainnya.
Mereka juga menyempatkan melihat surat Sukarno kepada sahabatnya Samuel Koperberg. Surat Sukarno kepada Samuel Koperberg dikirim dari pembuangannya di Ende. Isi surat 27 September 1935 itu, Sukarno mengungkapkan kondisi di tempat pembuangannya: sepi, jalanan berdebu dan hawa panas.
Ende sebuah kota tepi pantai yang terletak di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pemerintah kolonial mengasingkan Sukarno ke Ende selama empat tahun, yakni dari 1934-1938.
Baca juga:
Djarot Yakin Suara Jokowi di Banten Naik Jika Ulama dan Kader Partai Turun
Menelusuri Jejak Pengasingan Bung Karno di Sumut
PDIP dan Demokrat Panas Lagi
Djarot Bilang SBY Tak Bangun Apa-Apa di Sumut, Ini Faktanya
Jawab Djarot, Sekjen Demokrat Beberkan Pembangunan Era SBY di Sumut
Menepis Ucapan Djarot SBY 10 Tahun Tak Membangun Apa-Apa di Sumut
Djarot: 10 Tahun Pak SBY, yang Dibangun di Sumatera Utara Opo? Ora Ono