DPR akan Kaji Usulan Mendagri Tito Karnavian Soal Pilkada Asimetris
Doli menjelaskan, biasanya asimetris hanya dilakukan untuk otonomi daerah. Karena itu, usul Mendagri masih harus dikaji lebih dalam.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun mengusulkan untuk mengubah sistem pilkada menjadi asimetris. Menanggapi itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menilai sah-sah saja ada usulan semacam itu. Namun, dia menegaskan Komisi II akan mengkaji usulan itu terlebih dahulu.
"Jadi biarkan aja itu menjadi wacana nanti kita kaji," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11).
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
Doli menjelaskan, biasanya asimetris hanya dilakukan untuk otonomi daerah. Karena itu, usul Mendagri masih harus dikaji lebih dalam.
"Soal asimetris itu juga itu secara konsepsional juga harus didudukkan dengan tepat. Biasanya soal asimetris itu soal-soal otonomi daerah buka soal pemilihan kepala daerahnya," ungkapnya.
Kaji Wacana Pilkada Asimetris
Dia melanjutkan, konsep asimetris harus didiskusikan terlebih dahulu. Sebab, masih harus dicari konsep yang sesuai untuk pilkada.
"Jadi kalaupun kita sepakat sekali lagi. Konsep atau teori asimetris itu dipergunakan dalam konteks kepilkadaan itu harus dicari dulu basisnya apa," ungkapnya.
"Nah jadi, tapi menurut saya bagus saja. Jadi biarkanlah masyarakat siapapun sekarang menyampaikan wacana dua tentang adanya perubahan atau penyempurnaan terhadap soal kepemiluan ini," sambungnya.
Ingin Sempurnakan Konsep Pilkada
Kendati demikian, Doli menegaskan pihaknya masih ingin mengkaji semua opsi sehingga bisa menyempurnakan pelaksanaan pemilu selanjutnya.
"Ekses itu bagaimana kita mengkoreksinya dan kemudian memberikan opsi-opsi yang tadi beberapa itu untuk melakukan penyempurnaan tentang pelaksanaan sistem pemilu kita kedepan," ucapnya.
Ide Pilkada Asimetris Dilempar Tito
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengusulkan evaluasi Pilkada langsung dengan sistem asimetris. Pilkada langsung dilihat dari indeks demokrasi di daerah yang hendak melakukan pemilu.
Tito mengatakan, kalau dalam evaluasi Pilkada itu ditemukan pemilihan langsung banyak negatifnya, sistem bisa diubah. Salah satunya sistem asimetris itu.
Sistem itu jika diterapkan maka ada dua sistem pemilihan kepala daerah yang akan dipakai. Sistem secara langsung akan digunakan untuk daerah dengan tingkat kedewasaan demokrasi tinggi. Artinya, daerah potensi praktik jual beli suara rendah. Misal di perkotaan.
Aspek budaya, administrasi dan lainnya tentu juga menjadi pertimbangan layak tidaknya daerah itu menggelar pilkada langsung.
Sementara, pemilihan tak langsung, menurut Tito bisa diterapkan di daerah yang tingkat kedewasaan demokrasi rendah. Artinya, daerah di mana kepala daerah terpilih karena memberikan uang atau barang kepada pemilih. Hal ini demi menghindari money politics, atau pilkada berbiaya besar.
(mdk/ray)