Dualisme parpol, PKB pilih DPR minta masukan MA ketimbang revisi UU
Revisi UU dikhawatirkan dapat mengganggu penyelenggaraan Pilkada.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy berharap pimpinan DPR meminta masukan lebih dulu ke Mahkamah Agung (MA) ketimbang harus melakukan revisi terhadap UU Parpol dan UU Pilkada. Menurut dia, revisi UU dikhawatirkan berdampak pada penyelenggaraan pilkada.
Masukan ke MA yang dimaksud adalah terkait rekomendasi Komisi II DPR poin tiga soal keikutsertaan parpol yang bersengketa di pilkada, bisa mengacu pada putusan terakhir pengadilan atau in kracht. Sebab, KPU sendiri menolak poin itu karena dinilai bertentangan dengan UU.
"Dalam UU parpol, bahwa partai berkonflik itu untuk menentukan siapa yang boleh ikut (Pilkada) yang sah adalah yang punya SK Menkum HAM," kata Lukman saat dihubungi, Selasa (5/5).
Menurut Lukman, fatwa dari MA sangat penting untuk mengetahui apakah benar rekomendasi poin tiga itu melanggar UU Parpol. Sehingga, nantinya fatwa dari MA tersebut dapat dijadikan patokan siapa pihak yang harus mengalah.
"Apakah rekomendasi nomor tiga itu bertentangan dengan UU parpol dengan konsekuensi kalau bertentangan dengan UU Parpol, maka komisi II dan DPR harus legowo menerima pendapat itu," kata dia.
"Kalau fatwa MA itu menyatakan bahwa rekomendasi nomor tiga tidak bertentangan dengan UU Parpol, maka KPU harus legowo, masukkan rekomendasi itu dalam PKPU," lanjut dia.
Sementara, terkait keinginan DPR yang akan merevisi undang-undang, ia mengatakan langkah revisi merupakan untuk jangka panjang, sehingga ditakutkan akan mengganggu jadwal pilkada yang sudah dekat.
"Keinginan idealnya tidak mengganggu agenda pilkada serentak, maka fatwa MA menjadi formula yang praktis, cepat, paling sakti. Tapi untuk jangka panjang, mekanismenya revisi, bisa ganggu agenda pilkada," kata Politikus PKB ini.
Diketahui, KPU menegaskan konflik berkepanjangan yang terjadi di Golkar dan PPP membuat dua parpol ini terancam tak bisa ikut Pilkada serentak 2015. Kecuali, jika Peraturan KPU (PKPU) dan UU tentang pilkada segera direvisi.
Anggota KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, rapat konsultasi antara pimpinan DPR, Komisi II dan KPU menghasilkan beberapa poin tentang sengketa yang terjadi di parpol yang hendak ikut pilkada serentak. Menurut dia, DPR tetap merekomendasikan tiga poin awal.
Pertama, parpol yang bisa ikut pilkada sesuai SK Menkum HAM, jika bersengketa menunggu putusan in kracht pengadilan. Kedua, upaya islah. Kedua tetap mengupayakan islah bagi partai yang bersengketa. Ketiga mengacu pada hasil putusan pengadilan terakhir.
"Pertama dari rapat tadi disepakati bahwa DPR tetap merekomendasikan usulan yang selama ini diajukan untuk dimasukkan dalam PKPU. Kedua DPR akan cari jalan untuk buat landasan hukum terutama terkait parpol yang ada sengketa kepengurusan agar bisa ikut pilkada melalui amandemen UU. Ketiga, DPR akan berkoordinasi dengan MK dan MA," kata Hadar usai menghadiri rapat konsultasi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/5).
Hadar mengaku menghormati putusan dan rekomendasi DPR tersebut. Namun dia menegaskan, KPU hanya bekerja sesuai dengan aturan yang ada di PKPU. Kalau pun ada perubahan PKPU maka harus mengubah UU terlebih dahulu.
"Partai yang bisa ikut adalah yang punya SK Kemenkum HAM, tapi kalau ada sengketa bahwa SK itu tidak bisa digunakan maka parpol harus tunggu keputusan in kracht. Kalau in kracht itu belum ada maka sesegera mungkin parpol itu islah. Kalau islah enggak bisa maka enggak bisa ikut pilkada. Menurut hemat kami, apa yang kami tetapkan sesuai peraturan UU," terang dia.
Sementara itu, Anggota KPU lainnya, Ferry Kurnia Rizkiansyah menjelaskan, dalam rapat lain fraksi menyatakan sepakat untuk melakukan revisi UU Pilkada. Dia mengakui memang jika Golkar dan PPP ingin tetap ikut pilkada maka jalan satu-satunya adalah merevisi UU Pilkada.
"Kalau tadi kami tetap, tapi ya akan ada revisi UU secara terbatas memsukkan soal konflik ini, jadi diubah kalau ada revisi terkait dalam undang-undang. Nantinya akan ada evaluasi soal itu, kalau sekarang karena memang PKPU-nya sudah ada ya salah satu jalan di revisi UU-nya," tegas dia.