Gugat ambang batas Capres, pemohon persoalkan risalah Pansus UU Pemilu
Gugat ambang batas Capres, pemohon persoalkan risalah Pansus UU Pemilu. Diakui Effendi, jika ditelaah dari buku yang ditulis Anggota Dewan dari fraksi PKB itu, bisa menggambarkan bahwa hampir semua fraksi yang membahas UU Pemilu awalnya menolak dengan ketentuan PT yang ada saat ini.
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar agenda mendengarkan keterangan ahli atas perkara uji materil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terhadap ketentuan UUD 1945.
Dalam persidangan, Effendi Gazali sebagai pemohon perkara 59/PUU-XV/2017 mempertanyakan kepada ahli atas temuan dari risalah panitia khusus (Pansus) dari awal hingga proses pengambilan keputusan terhadap UU a quo yang diberikan pihak DPR RI kepada majelis hakim konstitusi beberapa waktu lalu.
"Dalam risalah yang sudah diserahkan Pak Lukman Edy (ketua Pansus), dan dalam risalah banyak yang awalnya tidak setuju dengan penetapan 20 persen, dan hanya dengan putusan paripurna kemudian disetujui dengan penetapan 20 persen dan 25 persen," kata Effendi dalam ruang sidang, Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (24/10).
Di kesempatanyang sama, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat pun ikut memperjelas, maksud yang ditanyakan.
"Di dalam pembahasan ada pembicaraan-pembicaraan, di DPR itu ada itu namanya pembicaraan setengah kamar,seperempat kamar atau baik formal maupun informal, sehingga bagimana menulusuri soal risalah tersebut," ujar Arief.
Diakui Effendi, jika ditelaah dari buku yang ditulis Anggota Dewan dari fraksi PKB itu, bisa menggambarkan bahwa hampir semua fraksi yang membahas UU Pemilu awalnya menolak dengan ketentuan PT yang ada saat ini.
"Sebagian besar buku itu lebih banyak yang menolak dan baru saat terakhir menjelang Paripurna baru ada muncul 20-25 persen itu. Jadi artinya, MK kalau membaca risalah itu secara lengkap sesuai yang dibukukan itu akan sampai dan sama pada kesimpulan penelitian kami bahwa dari awal, mengatakan PT nya tidak ada (nol persen)," terang Effendi.
Lebih lanjut, ketika ditanyakan apakah pendalaman tentang risalah proses pembahasan UU a quo akan memperkuat permohonannya tersebut, ia menegaskan bahwa itu sangat memperkuat.
"Akan memperkuat dong, karena itu dipertanyakan dua kali oleh hakim konstitusi, Prof Saldi Isra dan Hakim Palguna ketika itu. Dan, kita ingin melihat proses di fraksi bagaimana, siapa-siapa yang mengatakan setuju dan tidak setuju dengan PT 20 persen itu," kata dia.
Pasal 6A ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945
Effendi juga mengatakan, apa yang disampaikan ahli dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Ferry Amsari memerkuat argumen permohonannya terhadap penetapan presidential threshold (PT) 20 persen. Di antaranya, bahwa Pasal 6A ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 sudah sangat jelas dan tidak memerlukan penafsiran apapun.
"Pengajuan ahli tadi bagus, Ferry Amsari secara sangat bagus menjelaskan bahwa Pasal 6A ayat 2 bukan sesuatu yang perlu ditafsirkan dan yang bisa ditambah-tambah lagi, karena sudah sedemikian adanya," kata Effendi.
Untuk diketahui, Pasal 6A ayat 2 berbunyi; 'Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum'.
Kemudian, sambung Effendi, selaku pemohon uji materi, ahli juga menjelaskan tidak ada ketentuan dalam pemilihan umum yang dilaksakan secara serentak, dengan tetap menggunakan ambang batas didalamnya.
"Kalau bicara Pemilu serentak, maka aturan yang lalu sudah dianggap selesai, karena sudah era baru dengan Pemilu serentak," ujarnya.
"Tapi pada bagian yang lain kami tetap menekankan bahwa kalau pun nanti ada (atas nasihat perbaikan majelis hakim) orang bicara bahwa ini open legal policy, maka tidak bisa dong dilakukan sekarang, sebab kita (pemilik suara) belum dikasih tahu bahwa suara kita (Pemilu 2014) akan digunakan sebagai presidential threshold pada 2019," sebut pemohon dengan nomor perkara 59/PUU-XV/2017.
"Dan tadi Ferry menegaskan bahwa tidak ada tuh, negara di dunia tidak ada seperti itu. Karena dalam sistem Pemilu serentak itu terputus, antara dukungan Pileg 2014 ke Pilpres 219," kata Effendi.
Sebagai informasi, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat menetapkan bahwa sidang atas uji materii terkait presidential threshold (PT) pada UU Pemilu akan kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan ahli dari para pemohon.
"Sidang akan kembali dilanjutkan pada 13 November 2017, pada pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan ahli, dua ahli dari pihak pemohon Pak Yusril Ihza dengan perkara nomor 70 dan dua ahli dari perkara nomor 71 (Hadar Nafis Gumay)," tutup Arif.
Baca juga:
PKS takut Golput menang di Pemilu 2019 jika pakai ambang batas capres 20 persen
Yusril minta MK percepat putusan uji materi UU Pemilu
Gerindra minta hakim MK adil putuskan gugatan UU Pemilu
Bisa bikin menyesal pilih partai, alasan Effendi Gazali gugat UU Pemilu
Partai lama tak perlu diverifikasi KPU, negara bisa hemat Rp 400 miliar
MK kembali gelar sidang uji materi UU Pemilu, anggota DPR jadi saksi
Tak mau ada capres tunggal, Yusril gugat presidential threshold
-
Kapan sidang pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 digelar di Mahkamah Konstitusi? Sidang pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Senin (22/4).
-
Kapan Pemilu di Indonesia dilaksanakan? Di Indonesia, tahun 2024 adalah tahun politik.
-
Kapan Pemilu di Indonesia diadakan? Pemilu sebentar lagi akan diselenggarakan. Pemilu akan diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang.
-
Kapan Pemilu di Indonesia diselenggarakan? Pemilihan umum alias Pemilu digelar lima tahun sekali di Indonesia.
-
Kapan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres? Momen kunjungan kerja ini berbarengan saat Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres diajukan Kubu Anies dan Ganjar.
-
Di mana Uut Permatasari tinggal? Uut Permatasari memilih untuk tinggal di sebuah rumah kos. Keputusan ini diambil untuk mendukung tugas suaminya, Tri Goffarudin Pulungan di Bali.