ICMI Kritik Aturan Menteri dan Walikota Kampanye Pemilu Tak Harus Mundur
Pemerintah mengeluarkan aturan menteri dan walikota yang maju Pemilu tak harus mundur dari jabatan. Hal ini tertuang dalam PP Nomor 53 Tahun 2023.
Pemerintah mengeluarkan aturan menteri dan walikota yang maju Pemilu tak harus mundur dari jabatan
ICMI Kritik Aturan Menteri dan Walikota Kampanye Pemilu Tak Harus Mundur
Pemerintah mengeluarkan aturan menteri dan walikota yang maju Pemilu tak harus mundur dari jabatan. Hal ini tertuang dalam PP Nomor 53 Tahun 2023.
Ketua Umum Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Ismail Rumadan menilai, aturan tersebut mengundang tanda tanya besar.
"Dugaan saya aturan yang diterbitkan Presiden ini sebagai bentuk formal tindak lanjut dari pernyataan Presiden untuk ikut cawe-cawe dalam Pilpres," ungkap Ismail, Kamis (30/11).
- AHY Ungkap Alasan Prabowo-Gibran Irit Bicara di Kampanye Pilpres 2024
- KPU Larang Politisi Jatim Pasang Baliho Kampanye di Rumah Ibadah hingga Pohon, Ini Akibatnya jika Melanggar
- PPP Gelar Istigasah Nasional Demi Sukses Kampanye Pemilu 2024
- Timnas AMIN Kritik IKN: Masyarakat Indonesia Banyak yang Miskin, Masa Kita Buat Istana Megah
Lebih lanjut, Ismail menyayangkan, sejumlah aturan yang kerap ditabrak. Bahkan disulap hanya untuk menguntungkan kepentingan kelompok tertentu.
"Jadi Pilpres kali ini penuh dengan akrobatik, hanya karena ingin mendukung satu pasangan calon. Seharusnya aturan semacam ini dibatalkan atau jika ada pasangan Capres dan Cawapres lain yang merasa dirugikan dengan adanya aturan tersebut, bisa diajukan permohonan Uji Materil ke MA untuk dibatalkan," beber Ismail.
Pilpres Harus Netral
Dosen hukum Universitas Nasional tersebut juga mengungkapkan, masyarakat memiliki hak untuk protes dan sekaligus mengajukan judicial review (JR) ke MA untuk membatalkan PP Nomor 53 Tahun 2023 tersebut.
“Agar proses pelaksanaan Pilpres ini berjalan netral dan bebas dari potensi penyalagunaan wewenang," harap Ismail.
Sehingga berpotensi pada kurang maksimalnya pelayanan publik.
"Pelayan publik seharusnya total melayani, full-time. Karena itu, bagi peserta Pilpres, baik capres maupun cawapres yang sedang jadi pejabat negara, seharusnya mundur," tegas Mawardin.
Mawardin mengingatkan, kompleksitas politik di lapangan tak bisa diabaikan. Sebab, antara kegiatan kampanye sebagai kontestan Pilpres dan kegiatan pemerintahan sebagai pejabat negara, secara praktis tipis perbedaannya.
Sehingga lubang jarum politis yang bernama konflik kepentingan menjadi tantangan tersendiri.
"Sejauh mana mereka mampu menjaga netralitas, tidak memainkan kode-kode tertentu dan komunikasi simbolik yang memancing keberpihakan jajaran ASN di arus bawah?" gugat Mawardin.
"Momen krusial dalam tahapan kampanye Pemilu 2024 yang mulai digelar tersebut, sulit dipungkiri tidak ada yang hampa politis," ujar Mawardin.
Aturan
Seperti diketahui, aturan terbaru itu dituangkan Jokowi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Permintaan Izin Cuti Dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.