Kejaksaan Agung ikut usut kasus Setya, MKD merasa tak terganggu
Kedua lembaga tersebut harus saling menghormati.
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Bakri merasa tindakan Kejaksaan Agung ikut usut kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto, tidak salah. Sebab, antara MKD dan Kejaksaan Agung mempunyai tugas berbeda.
"Saya pikir tidak terganggu lah. Karena porsinya beda ya, satu penegakan hukum, satunya lagi etik. Enggak terganggu," kata Bakri di sela sidang kedua MKD di Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Kamis (3/12).
Meski begitu, Bakri berharap kedua lembaga tersebut harus saling menghormati. Misalnya, ketika MKD meminta bukti rekaman asli percakapan Maroef Sjamsoeddin, Muhammad Riza Chalid, dan Setya Novanto, Kejagung harus memberikannya.
"Cuma memang kita harus sama-sama saling mengerti. Seperti tadi kan kita minta itu alat bukti yang asli. Jangan sampai nanti di sana (Kejaksaan) tidak dikasih. Saya pikir begitu," tuturnya.
Bakrie juga menjelaskan kemungkinan besar tak akan ada benturan agenda pemanggilan di waktu dan saksi yang sama. Namun menurutnya semua saksi harus terlebih dahulu mengutamakan pemanggilan di MKD daripada Kejaksaan.
"Itu ya kita tetap akan mengutamakan kode etik dulu. Karena bagaimanapun prosesnya kode etik di DPR dulu, baru Kejaksaan," ungkapnya.
Bakri juga mengakui bahwa dirinya mendukung kasus skandal pencatutan nama Presiden Jokowi ini di bawa ke ranah pidana di Kejaksaan.
"Kita mendukung juga Kejaksaan. Artinya bahwa dari sisi kode etik kita. Dari sisi hukum pidana mereka. Itu lain bidangnya, kami tidak mengkaji di situ. Kami hanya mengkaji kode etik saja," pungkasnya.