Ketua Komisi II DPR: Revisi UU Bisa Tambah atau Kurangi Kementerian
Ketua Komisi II DPR: Revisi UU Bisa Tambah atau Kurangi Kementerian
Doli mengatakan, RUU tentang kementerian sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak diusulkan pada 2019.
- Reaksi Ketum Golkar Airlangga Soal Revisi UU Kementerian Negara
- Anggota Komisi III Ini Mengaku Tak Dapat Undangan Rapat saat DPR-Pemerintah Putuskan Revisi UU MK
- DPR Akui Revisi UU Kementerian bakal Bahas Rencana Prabowo Tambah Jumlah Menteri jadi 40
- Terungkap Persiapan KPU Jelang Evaluasi Pemilu di DPR
Ketua Komisi II DPR: Revisi UU Bisa Tambah atau Kurangi Kementerian
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan wacana Revisi Undang Undang (RUU) Kementerian Negara bisa membuat jumlah kementerian bertambah menjadi 40 lebih atau berkurang menjadi di bawah 34.
Menurutnya, RUU tentang kementerian itu tidak otomatis berbicara soal jumlah kementerian semata, melainkan juga perubahan nomenklatur untuk menyesuaikan kebutuhan pembangunan Indonesia seiring perkembangan dunia ke depannya.
"Jadi kita jangan bicara angka dulu, kita bicara kebutuhan, kepentingan, bisa lebih dari 40, mungkin bisa turun di bawah 34," kata Doli dilansir Antara, Kamis (9/5).
Doli mengatakan, RUU tentang kementerian sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak diusulkan pada 2019. Namun, RUU tersebut belum sampai kepada tahap pembahasan.
Dalam Pasal 15 UU Nomor 39 Tahun 2008, dijelaskan jumlah keseluruhan kementerian paling banyak berjumlah 34 kementerian.
Dalam UU tersebut juga dijelaskan bahwa Presiden dapat membentuk kementerian koordinasi dengan jumlah keseluruhan tersebut.
Doli mengatakan adanya usulan jumlah kementerian menjadi 40 kementerian pun bakal dibawa ke pembahasan RUU jika sudah disepakati untuk digelar.
Menurutnya, jumlah kementerian bakal mengacu kepada kepentingan pembangunan Indonesia dalam jangka waktu 5 hingga 15 tahun ke depan. Pelaksanaan kebutuhan program pembangunan bakal diterapkan ke dalam bentuk organisasi pemerintahan.
"Kita kan harus menempuh kajian akademik, nanti kan ada naskah akademiknya, ada uji publik, ada menerima masukan dari masyarakat," tutur dia.
merdeka.com