Koalisi PDIP dan PKS di Pilgub Jabar sulit terwujud dan berisiko
Wacana koalisi dua partai berbeda ideologi mencuat. PDIP dan PKS disebut akan berkoalisi untuk menghadapi Pilgub Jabar 2018. Namun koalisi dua partai dinilai berisiko. Mengapa?
Wacana koalisi dua partai berbeda ideologi mencuat. PDIP dan PKS disebut akan berkoalisi untuk menghadapi Pilgub Jabar 2018. Namun koalisi dua partai dinilai berisiko. Mengapa?
Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan menyebut, PKS dengan citra agamis dan PDIP yang kental dengan nasionalisnya merupakan dua sisi berbeda. Karakteristik Jawa Barat berbeda dengan provinsi lainnya.
"Kalau gabung, nanti jadi masalah. Soalnya ini hal yang kontraproduktif. Asalnya pemilih tradisional (fanatik PKS) akan mengalihkan dukungan," kata Firman pada wartawan, Selasa (31/10).
Dia mencontohkan, momen Pilgub Jabar 2008 dan 2013, PKS dan PDIP menjadi dua partai yang bersaing ketat untuk memperebutkan kursi gubernur. Pada akhirnya PKS secara beruturut-turut memenangkan kontestasi tersebut di mana Ahmad Heryawan mampu menjadi Gubernur Jabar dua periode.
"Selama ini Jabar diwarnai dengan pertarungan nasionalis dan Islam. Pada tahun 2008 dan 2013 Jabar ini dikuasai Islam yang dipelopori PKS. Sehingga kalau gabung bisa jadi masalah," terangnya.
Dia menilai wajar jika PKS mulai membuka diri dengan partai lain terutama yang berseberangan secara ideologi untuk menghadapi Pilgub Jabar 2018. Apalagi koalisi yang dibangun dengan Gerindra belum juga jelas untuk mengusung Deddy Mizwar dan Ahmad Syaikhu. Partai Gerindra justru membelot untuk bisa masuk ke poros baru dengan partai Demokrat, dan PAN.
"Sekarang ada poros alternatif Gerindra, PAN dan Demokrat. Kalau terwujud malah enggak bisa maju (PKS). Jadi dilematis," jelasnya.
Firman meyakini jika koalisi PDIP dan PKS ini sulit terwujud untuk bersatu di Pilgub Jabar. "Sulit terwujud iya. Karena kalau dalam konteks pemenangan, ini resiko. (Pemilih) loyal dan tradisional bisa mengalihkan dukungan," terangnya.