KPU sebut sistem noken tetap berlaku asal ada pencatatan yang jelas
KPU tidak bisa menghapus sistem noken dalam pemilu karena sistem itu diakui oleh Mahkamah Konstitusi.
Penggunaan sistem noken (sistem ikat suara atau aklamasi) yang diberlakukan di beberapa daerah di Papua dikhawatirkan akan terus menimbulkan konflik tersendiri dan menjauhkan Papua dari pilkada yang bersih dan jujur.
Meski dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sistem noken tetap diberlakukan, KPU berharap penggunaan dengan tata cara adat tersebut mesti disertai dengan pencatatan yang jelas oleh anggota KPUD setempat.
"Ya sebetulnya di dalam pilkada, putusan MK memberi ruang untuk noken. Walaupun kami berharap berkuranglah sistem noken. Sekarang yang terpenting kalau itu digunakan, pencatatan administratif harus jelas sehingga bisa akuntabel dan tidak membuat orang menganalisa jika noken itu manipulatif atau politik uang," ujar Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay ketika ditemui merdeka.com di gedung KPU, Jl. Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Rabu (7/10).
Sejauh ini KPU sendiri tidak bisa melarang menggunakan sistem noken. Pasalnya, sitem tersebut telah disahkan melalui putusan MK Nomor 47/81/PHPU.A/VII/2009 sesuai budaya masyarakat asli Papua.
Dalam kebudayaan masyarakat asli Papua, noken merupakan kantong khas yang punya fungsi dan makna luhur bagi masyarakat asli. Secara filosofis menjadi makna status sosial, identitas diri dan perdamaian.
Berdasarkan putusan MK Nomor 6/32/PHPU.DPD/XII/2012 tertanggal 25 Juni 2012, sistem itu tak boleh dilaksanakan di tempat yang selama ini tidak menggunakan sistem noken. Untuk daerah yang tidak lagi menggunakan sistem noken, tidak disahkan menggunakan sistem itu lagi.
"Menghapus praktik ini sebetulnya juga tidak bisa. Kalau kami larang padahal ada putusan MK yang beri ruang untuk itu. Tapi praktiknya kami internal di KPU ingatkan yang di daerah untuk tidak diberlakukan. Tapi wilayah itu sudah berkurang di Papua," pungkas dia.