Kubu Tia Rahmania Bongkar Kejanggalan Tudingan Gelembungkan Suara, Sebut Keputusan Mahkamah PDIP Langgar Prosedur
Kubu Tia menilai tudingan menggelembungkan suara saat Pemilu 2024 yang menjadi dalih pemecatan janggal.
Kubu Tia Rahmania mempertanyakan keputusan mahkamah PDI Perjuangan yang memecatnya sebagai kader berujung batal dilantik sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil I Banten tersebut.
Kubu Tia menilai tudingan menggelembungkan suara saat Pemilu 2024 yang menjadi dalih pemecatan janggal.
- Blak-blakan Perlawanan Tia Rahmania hingga Singgung Ketum PDIP Megawati
- Dipecat PDIP karena Diduga Gelembungkan Suara di Pileg 2024, Tia Rahmania Datangi Bareskrim Polri
- PDIP Bakal Hadapi Tia Rahmania Jika Melawan karena Dipecat
- Profil Tia Rahmania, Mantan Dekan Dipecat PDIP dan Batal jadi Anggota DPR
Kuasa hukum Tia, Jupryanto Purba mengungkapkan kliennya dituding menggelembungkan suara hingga memperoleh ribuan pada Pemilu 2024 lalu. Tudingan itu membuat Tia batal dilantik sebagai anggota DPR RI dan digantikan caleg PDI Perjuangan lainnya Bonie Triyana.
"Kalau kita lihat pertimbangan mahkamah partai disitukan dikatakan bu Tia ada mengambil suara Hasbi 51, suara partai 10, 251, suara partai 10, tapi dalam amar putusan mengatakan bu Tia melakukan penggelembungan suara 1.600 sekitar itu," kata Purba di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (27/9).
Menurut Purba, tudingan penggelembungan suara itu janggal. Terlebih dikatakan Purba, proses pembatalan Tia sebagai anggota DPR terpilih cacat prosedur. Sebab menurut Purba, proses pembatalan Tia semestinya terlebih dahulu dilakukan Bawaslu RI, lalu dilanjutkan pihak KPU RI. Namun kenyataannya, Purba mengatakan, pihak partai langsung memecat Tia dan berkoodinasi dengan pihak KPU untuk digantikan Bonie.
"Kalau kita lihat UU partai politik pasal 32 sama 33, tidak ada kewenangan partai. Lihat penjelasannya terkait penggelembungan suara. Nah di dalam peraturan partai yang kita lihat penjelasan dan pertimbangan, dilihat di situ perselisihan, selisih, itu yang diperhitungkan. Bukan menyatakan seseorang itu melakukan kejahatan penggelembungan suara. Mahkamah partai tidak berhak melakukan itu," tegas Purba.
Selain langgar prosedur, Purba mengatakan, Bawaslu sebelumnya juga telah memproses dugaan penggelembungan suara dilakukan Tia. Namun ditegaskan Purba, Bawaslu menyatakan tidak terdapat cukup bukti Tia terlibat dalam proses rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara pada tingkat kecamatan dan atau kabupaten.
Lapor Polisi
Tudingan melanggar Undang-Undang Pemilu itu membuat Tia tak tinggal diam. Dia melawan dengan menggugat PDI Perjuangan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Tidak hanya menggugat ke PN Jakpus, Tia juga berkonsultasi ke Bareskrim Polri terkait laporan pencemaran nama baik.
"Hasil konsultasi dengan pihak ke polisian, karena perkara ini masih bergulir di pengadilan negeri jakarta pusat, jadi kita diminta menunggu untuk sementara sampai proses gugatan di pengadilan negeri jakarta pusat memperoleh keputusan," pungkas Purba.