Mahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan
Mahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan
Mahfud menilai sederet revisi UU tersebut upaya untuk melakukan akumulasi kekuasaan sebagai bekal pemerintahan yang baru.
- Mahfud MD Ingatkan Revisi UU MK Perpanjang Masa Tugas Anwar Usman jadi 16 Tahun
- Perjalanan Revisi UU MK: Disetop Mahfud MD, Dibahas Diam-Diam di DPR
- Mahfud Janji Prioritaskan Pengesahan RUU Pekerja Rumah Tangga jika Terpilih jadi Wapres
- Mahfud MD Janji Hapus Batas Usia Pelamar Kerja Jika Menang Pilpres 2024
Mahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan
Pakar hukum tata negara Mahfud MD mengomentari revisi UU MK, UU Penyiaran, UU Kementerian Negara, UU Kepolisian hingga UU TNI yang seperti kejar tayang dilakukan Pemerintah dan DPR RI.
Dia berpendapat revisi UU tersebut itu jadi salah satu langkah mengambil kesempatan untuk melakukan akumulasi kekuasaan untuk bekal pemerintahan yang baru.
"Kita sebagai masyarakat bisa mengambil kesimpulan yang sederhana saja, ini sedang mengambil kesempatan untuk melakukan akumulasi kekuasaan yang akan dijadikan bekal kepada pemerintah baru nanti. Apa akumulasi kekuasaan itu? Tujuannya bagi-bagi kekuasaan, kompensasi kue politik bagi mereka yang dianggap berjasa atau untuk merangkul kembali," kata Mahfud ketika menjawab pertanyaan host pada podcast 'Terus Terang' di kanal YouTube Mahfud MD Official, Selasa (28/05).
Mantan Menko Polhukam ini menilai, langkah seperti itu bisa bagus dan bisa pula tidak.
Menurut dia, saat ini cara-cara seperti lebih banyak tidak bagusnya.
"Cuma akan menimbulkan hal-hal lain yaitu tentang pengendalian oleh pemerintah terhadap kekuatan masyarakat sipil memberikan kritik konstruktif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,"
ujar Mahfud.
merdeka.com
Hal itu dikarenakan semua sudah dipagari dengan Undang-Undang (UU). Mahfud merasa, itu sebenarnya salah satu contoh proses rule by law, bukan rule of law.
Jika proses rule of law pemerintah bekerja berdasarkan hukum yang ada, proses rule by law justru kehendak-kehendak pemerintah diatur sedemikian rupa agar memiliki hukum yang mengikat.
Dia menganggap, hal itu membuat pemerintahan yang berkuasa akan sulit dilawan atau sulit dibantah melalui struktur-struktur hukum yang tersedia.
Kondisi itu sama seperti rencana perpanjangan usia TNI/Polri atau usulan UU lain yang dapat pula dilihat dalam kerangka yang sama. Karenanya, Mahfud berpendapat, cukup wajar jika masyarakat sipil berprasangka negatif.
"Sangkanya begini, akan terjadi sentralisasi kekuasaan, mudah melakukan kontrol terhadap aktivitas dan kritik-kritik masyarakat sipil, mudah melakukan cincai. Maaf ini, kolaborasi antara penjahat dan pejabat korup, nanti ada orang jahat tinggal diatur saja, tidak usah, nanti pakai pasal itu saja, oh ini ada dasar hukumnya, oh ini dan seterusnya," ujar Mahfud.
merdeka.com
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu memberi contoh penerapan sentralisasi kekuasaan tersebut. Misalnya dilakukan dengan membungkam MK, membungkam hakim-hakim, lalu dibuat ada pejabat-pejabat memberikan penjelasan kalau sesuatu yang dilakukan penguasa itu telah benar sesuai aturan-aturan yang sebelumnya sudah dibuat.
Mahfud mengingatkan, selama ini sudah banyak pula peristiwa yang terkait aparat satu dan aparat lain yang menjadi backing kejahatan-kejahatan tertentu. Sama dengan yang sedang ditangani aparat-aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan selalu ada dugaan-dugaan seperti itu.
Contoh yang sering terjadi adalah hilangnya satu kasus besar sekalipun ada barang bukti. Mahfud berkata, ada pihak-pihak yang menyetorkan uang ke pejabat-pejabat, setelah ramai diberitakan lalu kasusnya hilang begitu saja walau barang bukti kejahatan berupa uang begitu jelas ada.
"Prasangka kita uangnya ke mana ya, kemarin ada orang mengatakan ini ada uang tidak jelas sebesar Rp 27 M, lah kasus uangnya ada dikembalikan tapi orangnya tidak diketahui, terus ke mana uang itu, bagaimana pertanggungjawabannya dan seterusnya orang akan lupa dan itu banyak, banyak kasus-kasus itu diduga uang sekian lalu kasusnya tidak ada, seperti yang diumumkan oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)," kata Mahfud.
merdeka.com
Anggota DPR RI periode 2004-2008 itu menambahkan, masih hangat di ingatan ada pula laporan uang mengalir ke partai politik, lalu menjadi ramai karena sudah dibicarakan publik dan diberitakan media masa.
Sayangnya, kasusnya tidak dapat terbuka dan seakan menghilang begitu saja, walau dilaporkan lembaga-lembaga negara sekalipun.
"Nah, aturan-aturan yang seperti itu nanti bisa dijadikan alat untuk kolaborasi antara pejabat birokrasi dan aparat penegak hukum, bisa dijadikan itu, atau antara pejabat korup birokrasi dengan penjahat yang ada di luar, itulah yang saya kira membahayakan," ujar Mahfud.
Semua itu disampaikan Mahfud MD dalam podcast 'Terus Terang' yang tayang di kanal YouTube 'Mahfud MD Official' setiap pekan. Di podcast Terus Terang, Mahfud memberikan pandangan terkini tentang berbagai agenda-agenda penting bangsa.
Soal penegakan hukum dan keadilan, pemberantasan korupsi, merawat demokrasi serta menegakan etika moral dalam berbangsa dan bernegara. Seperti ciri khasnya, Mahfud menyampaikan pandangan dengan apa adanya dan secara terus terang.