Mahfud Sebut Isi RUU DKJ Sangat Mengecohkan: Masyarakat Harus Tetap Menolak
Mahfud meminta, semua pihak termasuk masyarakat menolak usulan RUU tersebut.
Mahfud menilai RUU DKJ sangat berpotensi membuat masalah baru. Dia juga menganggap RUU tersebut hanya akal-akalan politikus.
Mahfud Sebut Isi RUU DKJ Sangat Mengecohkan: Masyarakat Harus Tetap Menolak
Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menuai kontroversi.
Salah satunya disebabkan draf menyebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta bakal ditunjuk dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan DPRD.
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 03 Mahfud MD meminta, semua pihak termasuk masyarakat menolak usulan RUU tersebut.
“Mengawal pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta. Karena UU itu harus dibuat karena sudah ada UU IKN, tapi ada satu isi, di mana di situ sangat mengecoh kalau saudara tidak hati-hati, yaitu gubernur DKI dipilih oleh presiden langsung karena daerah khusus,” kata Mahfud di kawasan GBK Senayan, Jumat (1/3).
Mahfud menilai RUU DKJ sangat berpotensi membuat masalah baru. Dia juga menganggap RUU tersebut hanya akal-akalan politikus.
“Ini bisa berpotensi kronisme lagi. Oleh sebab itu, masyarakat harus tetap menolak, di mana ini akal-akalan baru untuk ikut cawe-cawe, tidak jujur di dalam pemilihan gubernur Jakarta,”
ujarnya.
merdeka.com
Tak hanya pada masyarakat umum, Mahfud juga berharap partai di parlemen tetap komitmen menolak usulan RUU DKJ.
“Masyarakat harus mengawal dan saya berharap pada partai-partai besar tetap menolak gagasan pemilihan, kecuali pemilihan langsung. Itu yang kita kawal bersama,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut bahwa, RUU DKJ adalah inisiatif DPR RI.
Tito Karnavian menyebut, pihaknya bakal mempelajari draf RUU DKJ tersebut.
Salah satu pasal kontroversial dalam draf RUU DKJ adalah gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta bakal ditunjuk dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul DPRD.
"Nah ini yang terjadi, (RUU DKJ) adalah inisiatif dari DPR. Artinya, draf dan perumusan dibuat oleh DPR. Nanti disampaikan ke pemerintah, kita akan baca, termasuk yang pasal 10 itu mengenai penunjukan presiden untuk gubernur dan wakil gubernur," ujar Tito di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (7/12).
Tito menyatakan, bahwa pemerintah tidak setuju jika kepala daerah ditunjuk oleh presiden. Menurutnya, pemerintah tetap ingin kepala daerah dipilih melalui pilkada.
"Nanti kita akan tanya dalam pembahasan, alasannya apa? Kami (pemerintah) pada posisi, pemerintah posisinya kita lakukan (pemilihan gubernur-wakil gubernur) ada pilkada untuk menghormati prinsip demokrasi yang sudah berlangsung," tuturnya.
Tito menyebut, bahwa pihaknya belum menerima surat dari DPR maupun draf RUU DKJ itu.
Nantinya, jika sudah diterima maka Presiden akan menunjuk dirinya dan menteri terkait untuk membahas RUU DKJ itu dengan DPR.
"Saya akan membaca apa alasan sehingga ada ide penunjukkan gubernur dan wakil gubernur DKJ oleh presiden yang sebelumnya selama ini melalui pilkada. kita ingin melihat alasannya apa," ucapnya.
Tito mengatakan, pemerintah juga punya konsep mengenai DKJ, tetapi tidak mengubah mekanisme bahwa kepala daerah ditunjuk presiden.
Melainkan tetap melalui proses pemilihan kepala daerah.
"Kenapa? Memang sudah berlangsung lama. Kita menghormati prinsip-prinsip demokrasi jadi itu yang saya mau tegaskan nanti kalau kita diundang dibahas di DPR, posisi pemerintah adalah gubernur, wakil gubernur dipilih melalui pilkada titik. Bukan lewat penunjukkan," jelas Tito.