Narasi Kebencian Semakin Tajam Usai Debat Capres Kedua
Ketegangan konflik pendukung merupakan sesuatu yang biasa terjadi. Tetapi ada yang berbeda dari pemilu 2019. Salah satunya karena banyak narasi kebencian yang diciptakan.
Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) menggelar diskusi Merawat Keindonesiaan ke XXIII, Sabtu (23/2). Acara diskusi bertajuk "Pemilu 2019 Bebas Konflik: Pendekatan Keamanan dan Intelijen" ini digelar di Resto Ammarin Sudirman, Jakarta Selatan.
Direktur LPI Boni Hargens khawatir adanya konflik antar pendukung dari kedua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden setelah berlangsungnya debat pilpres kemarin. Menurutnya, ketegangan konflik pendukung merupakan sesuatu yang biasa terjadi. Tetapi dia justru melihat ada yang berbeda dari pemilu 2019. Salah satunya karena banyak narasi kebencian yang diciptakan.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Dimana Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019? Namun sayang, Ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma'aruf Amin.
-
Apa saja yang dipilih dalam Pemilu 2019? Pada tanggal 17 April 2019, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Serentak yang merupakan pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD secara bersamaan.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
"Kita melihat di mana setelah debat capres ada kisruh antara pendukung dari pendukung paslon 01 dan 02," ujarnya di Resto Ammarin, Jakarta, Sabtu (23/2).
"Ketegangan antara pendukung ini biasa diantara pendukung, tapi kami melihat ada perbedaan dari militansinya yang semakin tinggi dalam membangun narasi kebencian," imbuhnya.
Boni berharap semua pihak ikut mengantisipasi agar kemungkinan buruk kekacauan dan konflik antar kedua belah kubu tidak terjadi.
"Diskusi ini sebetulnya mengundang kita untuk mencermati, mengantisipasi, mewaspadai, kemungkinan-kemungkinan adanya kekacauan atau kekisruhan," ucapnya.
Di tempat sama, Peneliti Pertahanan CSIS, Iis Gindarsah juga berpendapat bahwa pemilu 2019 semakin tegang dan berpotensi kisruh karena menjamurnya berita bohong alias hoaks. Menurutnya, pendekatan politik yang dilakukan pendukung berubah menjadi pendekatan keamanan dan hukum.
"Di mana wacana politik yang sejatinya harus dilakukan oleh setiap kontestan mereka kita harapkan untuk berkompetisi pada narasi politik. Tetapi secara faktual, mereka dan pendukungnya menggunakan cara di luar itu," ujarnya.
Potensi kisruh juga bisa lahir dari mobilisasi massa. Sesungguhnya mobilisasi massa hal wajar dalam praktik demokrasi. Namun dia melihat ada sejumlah kelompok yang justru melakukan agitasi politik.
"Sebenarnya normal saja dalam negara demokrasi ada mobilisasi massa. Tetapi saat ini disinyalir ada sejumlah kelompok dan oknum yang melakukan mobilisasi dan agitasi," ucapnya.
Reporter: Suranti Yunidar
Baca juga:
Bawaslu Soal 31 Kepala Daerah Jateng Deklarasi Jokowi: Tidak Ada Pelanggaran Pemilu
Sekjen PDIP: Dukung Jokowi-Ma'ruf Amin Banyak Berkahnya
Erick Thohir Sebut TKN Siap Melaporkan Jika Terjadi Pelanggaran di Munajat 212
Wapres Jusuf Kalla Sebut Doa Neno Warisman Kampanye yang Keliru
Tiru Unicorn, Sandiaga Akan Bentuk Unikop Bernilai di Atas Rp 1 T
Pensiunan TNI di Belakang Para Capres dan Potensi Konflik Pilpres 2019