Pasal 73 UU MD3 dinilai cederai netralitas Polri
Pasal 73 UU MD3 dinilai cederai netralitas Polri. Ray menilai, pemanggilan suatu pihak oleh DPR secara teknis merupakan putusan politik. Sementara kepolisian bekerja dalam ranah penegakan hukum. Sehingga di sini menurutnya, ada suatu kekeliruan.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, pasal 73 Undang-undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) tidak sesuai dengan fungsi kepolisian dalam melakukan penegakan hukum. Menurutnya, polisi hanya menjadi alat untuk menjalankan suatu keputusan politik.
Adapun dalam Revisi MD3, pasal 73 memungkinkan DPR menggunakan kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa. Bahkan ditambahkan bisa melakukan penyanderaan selama 30 hari.
-
Apa yang diputuskan oleh Pimpinan DPR terkait revisi UU MD3? "Setelah saya cek barusan pada Ketua Baleg bahwa itu karena existing saja. Sehingga bisa dilakukan mayoritas kita sepakat partai di parlemen untuk tidak melakukan revisi UU MD3 sampai dengan akhir periode jabatan anggota DPR saat ini," kata Dasco, saat diwawancarai di Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4).
-
Di mana UMR berlaku? Kita ketahui bahwa upah minimum tidak berlaku secara tunggal untuk seluruh wilayah di Indonesia. Artinya, masing-masing daerah memiliki standar upah minimum yang berbeda-beda.
-
Kapan PDRI dibentuk? Walaupun secara resmi radiogram Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:
-
Kapan UU MD3 direncanakan akan direvisi? Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, tidak akan ada revisi revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) untuk mengubah aturan posisi ketua DPR RI hingga periode 2019-2024 selesai.
-
Kenapa UU MD3 masuk Prolegnas prioritas? Revisi UU MD3 memang sudah masuk Prolegnas prioritas 2023-2024 yang ditetapkan pada tahun lalu.
-
Apa harapan DPR terhadap Polri dalam menjaga kondusifitas ruang digital selama Pilkada? Politikus NasDem tersebut berharap, Polri dapat bekerja maksimal dalam memantau kondusifitas ruang digital selama Pilkada, terutama terkait hoaks dan ujaran kebencian.
Ray menilai, pemanggilan suatu pihak oleh DPR secara teknis merupakan putusan politik. Sementara kepolisian bekerja dalam ranah penegakan hukum. Sehingga di sini menurutnya, ada suatu kekeliruan.
"Pertanyaannya kesalahan hukum apa yang dilakukan yang bersangkutan sehingga dijemput oleh polisi. Kalau tidak datang ke DPR memang kriminal? Apakah putusan mendatangkan itu keputusan hukum? Apa keputusan politik?" ujar Ray di D Hotel, Setia Budi, Jakarta Selatan, Selasa (13/2).
DPR, kata Ray, seharusnya menggunakan jasa kepolisian lewat permintaan kepada pengadilan. Melalui mekanisme ini maka putusan berupa putusan hukum. Sehingga kepolisian dapat melakukan tugas seperti semestinya.
"Kalau ini dipakai harusnya melalui putusan pengadilan. Kalau putusan pengadilan putusan hukum, maka DPR meminta pengadilan memerintahkan keputusan untuk melakukan pemanggilan paksa," jelasnya.
Menurut Ray, jika teknis ini tidak dilalui, malah membuat polisi kehilangan identitasnya sebagai penegak hukum. Sebab telah keluar dari tupoksinya.
"Teknisnya ga tepat kalau terabas gitu, artinya polisi kita mau dipakai buat DPR, oleh presiden besok-besok dipakai MA, MK, enggak jelas lagi identitas polisi kita ini. Polisi bukan aparat penegak hukum, aparat siapa saja," pungkasnya.
Baca juga:
UU MD3 dinilai renggut kebebasan pers kritik DPR
KPK tak merasa terganggu dengan hak imunitas anggota DPR
Pelantikan pimpinan DPR dan MPR baru tunggu MD3 diundangkan pemerintah
UU MD3 dinilai buat DPR jadi lembaga super power
Revisi UU MD3 diduga barter politik pemerintah, DPR, dan ketua MK
Tak setuju pasal 245 di UU MD3, Laode M Syarif siap mundur dari KPK
MKD siap proses pihak yang merendahkan marwah anggota DPR