PDIP Kembali Singgung Demokrasi Dikebiri Jokowi & Parcok: Mahalnya Kedaulatan Rakyat
Hasto menyatakan partainya tidak akan tinggal diam terhadap pihak-pihak yang mencoba mengebiri dan mencoba membunuh demokrasi di Indonesia.
Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjelaskan, Demokrasi di Indonesia menghadapi suatu persoalan yang sangat serius.
Menurut dia, prinsip-prinsip demokrasi berada di tangan rakyat, ternyata bisa dimanipulasi dengan keterlibatan Parcok atau Partai Cokelat.
- Dua Menterinya Dicopot, PDIP: Kesempatan Jokowi untuk Mengkonsolidir Kekuasaannya
- PDIP Siapkan Tiga Menteri Jokowi untuk Pilgub Jatim, Ini Daftarnya
- Tak Terbujuk Rayu Kekuasaan, PDIP dan PKS Bisa Jadi Oposisi Kuat di Parlemen Gabung Kekuatan Sipil
- Jokowi Mau Jadi Jembatan Parpol, PDIP Singgung Demokrasi Turun ke Titik Nadir
Terkait hal ini, Hasto menyatakan partainya tidak akan tinggal diam terhadap pihak-pihak yang mencoba mengebiri dan mencoba membunuh demokrasi di Indonesia.
Hal itu disampaikan Hasto dalam konferensi pers terkait Pilkada serentak 2024 di Sekolah Partai PDIP Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (4/12). Turut mendampingi, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah dan Ronny Talapessy serta Wasekjen DPP PDIP Yoseph Aryo Adhie.
"Betapa mahalnya kemerdekaan dan kedaulatan rakyat itu. Karena itulah PDI perjuangan akan terus mempersoalkan terkait dengan berbagai turunnya pembunuhan demokrasi kita," kata Hasto.
Hasto kemudian menguak pelbagai fakta yang memperlihatkan upaya mengkebiri demokrasi.
Dimulai dengan intervensi Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melakukan berbagai upaya perubahan tentang syarat-syarat calon presiden dan calon wakil presiden. Sehingga, meloloskan putra Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden.
"Apa yang disampaikan PDI perjuangan ini terinspirasi dari pernyataan Prof. Ikrar Nusa Bakti yang menegaskan bahwa perlu 5 kali pemilu untuk memperbaiki kerusakan demokrasi akibat Jokowi," ujar dia.
Hasto mengatakan pihaknya juga menemukan begitu banyak aparatur negara yang tidak berdisiplin dalam pelaksanaan Pilkada Serentak.
Meskipun Mahkamah Konstitusi telah menetapkan bahwa aparatur negara termasuk TNI, Polri, Kepala Desa, Penjabat, Kepala Daerah yang tidak netral bisa dikenakan pidana. Nyata, keputusan Mahkamah Konstitusi belum berjalan dengan baik.
"Kami menemukan begitu banyak persoalan-persoalan yang muncul tidak hanya di Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Banten yang terjadi anomali yang luar biasa, tetapi di beberapa wilayah-wilayah lain termasuk Jakarta dan juga Jawa Timur," ujar dia.
"Akibat keterlibatan Partai Coklat, akibat dijauhkan mata-mata demokrasi yang berkeadilan, yang mendasarkan hukum sebagai suatu kekuatan yang sangat penting di dalam menjaga teganya demokrasi itu sendiri," sambung dia.
Hasto mengatakan, fenomena Parcok harus ditanggapi secara serius. Hal ini demi keberlangsungan demokrasi Indonesia ke depan.
"Ketika kita tidak kita persoalkan secara serius, maka tidak hanya lima kali pemilu untuk menyelesaikan kerusakan demokrasi. Ini adalah pembunuhan masa depan dari Indonesia yang diperjuangkan lebih dari 6,7 juta jiwa rakyat Indonesia yang menyebabkan kemerdekaan. Suara rakyat adalah suara Tuhan," tandas dia.