Peluang koalisi partai Islam usung capres dan cawapres
Partai-partai Islam dinilai punya peluang untuk mencalonkan presiden atau wakilnya dengan cara berkoalisi.
Hasil perhitungan cepat Pemilu Legislatif yang diselenggarakan pada 9 April lalu sudah keluar. Dari hasil tersebut, partai-partai Islam dinilai punya peluang untuk mencalonkan presiden atau wakilnya dengan cara berkoalisi.
"Partai berbasis keumatan seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berpotensi besar menjadi kekuatan koalisi alternatif," kata pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia, Dr Yon Machmudi seperti dikutip dari antaranews, Jumat (9/11).
-
Kapan Partai Kasih dideklarasikan? Sekelompok anak muda Indonesia asal Papua mendeklarasikan mendirikan partai nasional yang diberi nama Partai Kasih pada Minggu 23 Juni 2024 di Jakarta.
-
Kenapa Nagita muncul di poster kampanye tersebut? Sebagai seorang yang masih ada darah Sulawesi Utara (yaitu) Manado, tentu bangga bisa mewakili daerah untuk membangun," tulisnya. "Namun untuk postingan yang mengatasnamakan saya sebagai Calon Wakil Gubernur, saya menyatakan belum pernah mencalonkan diri atau ajakan untuk mencalonkan," sambungnya.
-
Siapa yang mendirikan Partai Kasih? Sekelompok anak muda Indonesia asal Papua mendeklarasikan mendirikan partai nasional yang diberi nama Partai Kasih pada Minggu 23 Juni 2024 di Jakarta.
-
Di mana prajurit TNI AD ini berasal? Diungkapkan oleh pria asli Kaimana, Papua Barat ini bahwa sebelum memutuskan menikah, Ia sudah menjalin asmara atau berpacaran selama 3 tahun.
-
Apa yang menjadi cikal bakal Kopassus TNI AD? Soegito lulus Akademi Militer dan bergabung dengan Korps Baret Merah yang saat itu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Pasukan elite ini menjadi cikal bakal Kopassus TNI AD. Berbagai penugasan tempur pernah dijalani oleh Soegito. Termasuk terjun ke Dili saat Indonesia menyerbu Timor Timur.
-
Apa tujuan utama Partai Kasih? Yunus mengungkapkan, partai Kasih didirikan dengan tujuan untuk memberantas kemiskinan di Indonesia. "Visi Partai Kasih, 'melalui kemurahan hati, menembus perbedaan bagi sesama anak bangsa Indonesia, mewujudkan Indonesia yang sejahtera'," tutur dia.
Yon Machmudi mengatakan, koalisi partai keumatan ini tentu bisa menjadi salah satu alternatif koalisi. Karena total jumlah suara parpol keumatan ini bisa mencapai 32 persen, dan tentu yang terpenting memiliki kedekatan ideologis.
Menurut dia, konstituen partai-partai keumatan ini cenderung mudah untuk dimobilisasi karena adanya ikatan emosional dan ideologis dengan partai.
"Apabila para pemimpin partai-partai keumatan ini bisa bersepakat untuk memajukan pasangan capres dan cawapres dari kalangan umat, maka koalisi ini akan lebih menjanjikan," ujar Yon yang juga Sekretaris Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (UI).
Potensi itu, terlihat dari hasil penghitungan cepat (quick count) Pemilu 2014 yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Di balik kemenangan partai-partai nasionalis seperti PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, ada tren baru yang muncul.
"Yaitu menggeliatnya partai-partai berbasis keumatan yaitu PKB, PAN, PKS dan PPP.
Kenaikan signifikan partai Islam kecuali PKS, menjadi salah satu pertimbangan. Dari sisi perolehan suara, PKS turun sekitar satu persen. Namun sebenarnya telah berhasil mempertahankan elektoralnya di tengah terpaan badai politik yang menimpa petinggi partainya.
Menggeliatnya partai-partai Islam ini akan menjadi incaran partai-partai nasionalis untuk diajak koalisi.
Yon berpendapat sudah saatnya para pemimpin partai Islam membuktikan slogan-slogan dan janji-janji kampanye mereka dengan memajukan pasangan yang bervisi keumatan.
Jika dalam pemilu legislatif kehadiran partai-partai Islam sempat berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam, maka sekarang ini saatnya mandat dari masing-masing konstituen partai digunakan dalam menyatukan umat Islam dalam menghadapi Pilpres 9 Juli 2014.
"Saya yakin komposisi partai-partai keumatan dalam koalisi bisa menjadi sebuah koalisi yang pakem, baik koalisi di dalam maupun di luar pemerintahan," jelasnya.
Hanya saja, Yon mengingatkan hambatan terbesar dalam koalisi ini adalah kemungkinan munculnya godaan ajakan koalisi pragmatis dengan meninggalkan visi keumatan.
Jika partai-partai keumatan ingin berperan dominan dalam pemerintahan dan tidak sekedar berperan pinggiran seperti yang selama ini terjadi, tambah Yon, maka para elite-elite partai itu harus berani meninggalkan ego sektoral mereka.
"Mereka juga harus rela tidak masuk dalam pemerintahan demi terwujudnya sebuah pemerintahan yang efektif," ungkapnya.
(mdk/cza)