Pilkada 2020: Fenomena Warga ke TPS Cuma Buat Rusak Surat Suara
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, tingginya angka Golput di Pilkada serentak 2020 karena pandemi Covid-19. Menurut Perludem, masyarakat tak mau ambil risiko untuk memilih, karena takut terpapar virus.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, tingginya angka Golput di Pilkada serentak 2020 karena pandemi Covid-19. Menurut Perludem, masyarakat tak mau ambil risiko untuk memilih, karena takut terpapar virus.
"Secara khusus, rendahnya persentase memilih di Pilkada 2020 bisa jadi disebabkan oleh pandemi. Ini perlu dipastikan dengan survei secara kuantitatif. Tapi jika boleh menduga, keadaan wabah memang punya tambahan risiko terhadap sehat dan nyawa sehingga sebagian pemilih tak mau ambil risiko ini untuk memilih," kata Peneliti Perludem Usep Hasan, Kamis (17/12).
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
"Jika pilkada punya layanan memilih yang lebih memudahkan (misal e-voting, email, pos, dan lainnya), persentase pemilih bisa jadi lebih tinggi," tambah dia.
Selain Golput, Usep menekankan, pada soal suara tidak sah. Kata dia, pilkada adalah pemilu eksekutif seperti presiden yang memilihnya lebih mudah dibanding pemilu legislatif. Dia menilai, masyarakat datang ke TPS hanya ingin merusak surat suara karena ada rasa ketidakpercayaan terhadap politik.
“Jika surat suara tidak sah tinggi, misal hampir 4 persen seperti di Kota Depok, itu berarti ada warga yang rela datang memilih di konteks pandemi untuk protes. Bukan karena salah milih, tapi memang sengaja merusak suara," ucapnya.
©2020 Merdeka.com/istimewa
Secara umum, kata dia, persentase memilih rendah karena kualitas calon dan partai politik di Indonesia masih belum baik. Faktornya karena ambang batas pencalonan, sulitnya jalur perseorangan, dan menguatnya politik dinasti.
"Jadi sebab kepesertaan pemilu tidak menarik lebih banyak pemilih," ucapnya.
Selain itu, jadwal pemilu yang berhimpit pun menjadi sebab umum persentase pemilih rendah. Dari tahun 2019 hingga 2020 ada pemilu. Masyarakat menjadi bosan.
“Persentase memilihnya beda jauh, dari sekitar 90-an persen ke 70-an persen atau ada yang kurang dari 50 persen. Orang jenuh dengan pemilu," pungkasnya.
Diberitakan, KPU menyelenggarakan pilkada serentak di 270 daerah. Rinciannya pemilihan gubernur di sembilan dari 34 provinsi, bupati di 224 dari 416 kabupaten, serta pemilihan walikota di 37 dari 98 kota.
Ada sekitar 100,3 juta orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2020. Dari jumlah tersebut, KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen.
Namun, data dari sejumlah daerah memperlihatkan jumlah masyarakat yang enggan menggunakan hak pilihnya ke TPS. Bahkan, angka tersebut melebihi suara calon kepala daerah yang mendapat angka tertinggi.
Beberapa daerah yang mengalami golput tinggi ialah Medan, Depok, Kediri Tangerang Selatan, dan Bali. Tak sedikit orang yang memutuskan untuk tidak menggunakan hak suaranya.
Baca juga:
SMRC: 76 Persen Warga Ikut Memilih di Pilkada 2020
KPU Tetapkan Paslon Petahana Raih Suara Terbanyak Pilkada Tangsel
Rekapitulasi KPU Pasaman: Benny-Sabar 104.363 Suara, Kotak Kosong 20.650
Bawaslu Akui Partisipasi Pemilih saat Pemungutan Suara Ulang Menurun
Perhitungan KPU Tuntas, Ipuk-Sugirah Menang Pilbup Banyuwangi dengan Suara 52,4 %
Angka Golput Tinggi di Pilkada Dinilai Akibat Pandemi dan Perspektif Rasional