Pilkada sunyi senyap, KPU dituding asal-asalan
Kondisi ini dikhawatirkan berpengaruh pada kehadiran pemilih di TPS saat pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember.
Presiden Joko Widodo pernah mengutarakan keheranannya karena gaung dan kemeriahan jelang Pilkada serentak tidak terdengar. Anggota DPRD Jawa Timur Agatha Retnosari juga merasakan hal serupa.
"Ini terbukti di dua daerah, yaitu Sidoarjo dan Surabaya yang tidak nampak gebyarnya. Sunyi-sepi dan senyap. Itu gambaran pelaksanaan Pilkada serentak tahun ini," cetus Agatha, Kamis (26/11).
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Kapan Kirab Kebo Bule di Surakarta diadakan? Surakarta memiliki tradisi pada perayaan malam 1 Suro atau bisa disebut malam tahun baru Hijriah.
-
Kenapa Pilkada Serentak dianggap penting? Sejak terakhir dilaksanakan tahun 2020, kali ini Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun 2024. Dengan begitu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui kapan Pilkada serentak dilaksanakan 2024.
-
Kenapa Pilkada itu penting? Pilkada artinya singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah, adalah salah satu momen krusial dalam sistem demokrasi kita.
Legislator dari Dapil I Surabaya-Sidoarjo ini melihat, kondisi ini tidak lepas dari tak maksimalnya sosialisasi yang dilakukan KPU. Padahal dana yang disiapkan sangat besar. Dia mencontohkan di Surabaya-Sidoarjo dengan total Rp 100 miliar, menggunakan dana APBD.
"Tapi gebyar-nya mana? KPU-Panwaslu masih terjebak pada sosialisasi model klasik," keluhnya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga menyoroti penempatan baliho dan spanduk yang buruk serta rusaknya sejumlah alat peraga kampanye sebagai salah satu faktor yang membuat pelaksanaan Pilkada kurang meriah.
"Ini semakin menguatkan asumsi bahwa sosialisasi Pilkada, dilaksanakan asal-asalan. Padahal itu uang rakyat lho yang dipakai. Mbok yo jangan asal-asalan," sindirnya.
Kondisi ini dikhawatirkan berpengaruh pada kehadiran pemilih di TPS saat pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember 2015. Agatha menduga, sosialisasi dengan cara kuno, klasik dan asal-asalan, berpotensi besar mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih di TPS.
"Bisa dipastikan, bila dalam dua minggu terakhir ini, KPU dan Panwaslu sebagai penyelenggara tidak memperbaiki diri, maka kehadiran pemilih di TPS akan turun drastis," analisanya.
Prediksi Agatha bukan tanpa alasan. Dari hasil survei yang dilakukan pihaknya, baru 67 persen masyarakat yang tahu tentang pelaksanaan pilkada serentak. Baru 54 persen masyarakat yang paham pentingnya Pilkada.
"Termasuk rendahnya pemahaman pemilih tentang visi-misi dan program yang diusung calon. Ini sudah benar-benar mengkhawatirkan," gerutunya.
Dia kembali menyalahkan KPU. Di era yang semakin modern, KPU seharusnya bisa melakukan sosialisasi secara lebih efektif dan kreatif.
"KPU Surabaya dan Sidoarjo, harus kreatif. Seharusnya sejak jauh hari memanfaatkan viral penyebaran lewat jalus sosial media atau media elektronik, yang tidak memakan banyak biaya, tapi efektif mendorong kehadiran pemilih, terutama pemilih pemula," tandasnya.
(mdk/noe)