PKB Minta Pilkada Digelar Serentak dengan Pemilu 2024
"Terkait pelaksanaan Pilkada serentak nasional, termasuk DKI, menurut saya harus tetap menggunakan skema UU No. 10 tahun 2016, yakni Pilkada serentak nasional dilaksanakan tahun 2024," ujar Luqman dalam keterangannya, Rabu (27/1).
Fraksi PKB DPR RI menilai tidak perlu normalisasi penyelenggaraan Pilkada pada 2022 dan 2023. Seperti yang tercantum dalam draf Revisi UU Pemilu.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim menuturkan, sebaiknya skema penyelenggaraan Pilkada tidak mengubah UU No.10 tahun 2016 tentang Pilkada. Yaitu Pilkada digelar secara serentak nasional pada 2024.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Apa yang diatur dalam UU Pilkada Serentak 2024? Undang-Undang Pilkada Serentak 2024 di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan, yang paling relevan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Kenapa Pilkada Serentak dianggap penting? Sejak terakhir dilaksanakan tahun 2020, kali ini Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun 2024. Dengan begitu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui kapan Pilkada serentak dilaksanakan 2024.
-
Apa saja jenis-jenis tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU Pemilu? Jenis-jenis tindak pidana pemilu diatur dalam Bab II tentang Ketentuan Pidana Pemilu, yaitu Pasal 488 s.d. Pasal 554 UU Pemilu. Di antara jenis-jenis tindak pidana tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memberikan Keterangan Tidak Benar dalam Pengisian Data Diri Daftar PemilihPasal 488 UU PemiluSetiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain terutang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.Data diri untuk pengisian daftar pemilih antara lain mengenai nama, tempat dan tanggal lahir, gelar, alamat, jenis kelamin, dan status perkawinan.
"Terkait pelaksanaan Pilkada serentak nasional, termasuk DKI, menurut saya harus tetap menggunakan skema UU No. 10 tahun 2016, yakni Pilkada serentak nasional dilaksanakan tahun 2024," ujar Luqman dalam keterangannya, Rabu (27/1).
Luqman beralasan, Pilkada serentak secara nasional pada 2024 dalam UU 10/2016 merupakan koreksi penyelenggaraan Pilkada yang diatur UU 01/2015.
Yaitu skema Pilkada serentak nasional dijalankan tahun 2027. Pilkada 2022 dan 2023 tetap digelar. Produk hukum lama itu telah diperbarui melalui UU 10/2016.
"Skema ini telah diubah Presiden dan DPR dengan UU 10/2016, dimana Pilkada serentak nasional akan dilaksanakan tahun 2024. Di dalam UU ini diatur pelaksanaan Pilkada terakhir sebelum Pilkada serentak 2024 dilaksanakan tahun 2020 yang sudah dilaksanakan bulan desember 2020 kemarin," jelas Luqman.
Pilkada digelar serentak nasional pada tahun 2024 juga mengefisiensi anggaran negara. Serta sebagai upaya menciptakan kehidupan politik nasional yang stabil.
"Pelaksanaan Pilkada, berpotensi menimbulkan dinamika sosial politik yang negatif, bahkan kadang memicu pembelahan serius di tengah masyarakat," kata Luqman.
Sedangkan, saat ini semua pihak sampai dua tahun ke depan masih fokus penanganan pandemi Covid-19 dan dampak ekonominya. Luqman menilai, lebih baik fokus terhadap pandemi Covid-19 daripada menyelenggarakan Pilkada 2022 dan 2023.
"Dengan skema Pilkada serentak nasional tahun 2024, situasi politik nasional akan lebih kondusif dan anggaran negara dapat difokuskan untuk memulihkan ekonomi, mengatasi pengangguran dan kemiskinan yang melonjak akibat pandemi Covid," jelasnya.
Sehingga, Luqman menilai, pemerintah dan DPR tidak perlu mengubah ketentuan UU 10/2016 tentang Pilkada serentak pada 2024. Tidak ada urgensi untuk mengubah skema Pilkada yang berlaku.
"Apalagi tidak ada urgensi mendesak yang dapat menjadi alasan rasional untuk mengubah skema Pilkada serentak 2024," pungkasnya.
Baca juga:
RUU Pemilu: Gerindra Setuju Ambang Batas Parlemen 5%, Pencalonan Presiden 20%
RUU Pemilu, Gerindra Kaji Perlunya Pilkada 2022
Bagaimana Nasib Pilkada DKI Jika RUU Pemilu Tidak Selesai 2021?
Perludem Tolak Anggota KPU Keterwakilan Parpol di RUU Pemilu
Inisiatif DPR, Draf RUU Pemilu di Baleg Hasil Kompromi Parpol di Senayan
Wakil Ketua Komisi II Sebut Hampir Semua Fraksi Ingin Pilkada di 2022 dan 2023