PKS: Perppu Corona Lahirkan Pemerintahan Otoriter
Dia mengatakan, seringkali pada saat krisis membuka dua kemungkinan. Yaitu jatuhnya pemerintahan yang otoriter dan lahirnya pemerintahan yang demokratis atau sebaliknya bangkitnya pemerintahan yang otoriter dan matinya demokrasi.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman mengkritisi Perppu no 1 tahun 2020 tentang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Menurutnya, Perppu tersebut melahirkan pemerintahan yang otoriter.
Dia mengatakan, seringkali pada saat krisis membuka dua kemungkinan. Yaitu jatuhnya pemerintahan yang otoriter dan lahirnya pemerintahan yang demokratis atau sebaliknya bangkitnya pemerintahan yang otoriter dan matinya demokrasi.
-
Bagaimana Abdul Somad dikenal? Abdul Somad dikenal sebagai seorang pendakwah yang sangat fenomenal. Gaya ceramahnya cenderung tegas, dan beliau pernah mengalami deportasi dari imigrasi bandara Singapura.
-
Siapa Rizky Irmansyah? Rizky Irmansyah, sekretaris pribadi atau ajudan Prabowo, menjadi sorotan karena memiliki postur tubuhnya yang tinggi tegap serta kehadirannya yang sering mendampingi kegiatan Prabowo selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
-
Kenapa dr. Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Kapan Ivan Gunawan meresmikan Masjid Indonesia? Setelah dua tahun pembangunannya, masjid ini akhirnya selesai dan diresmikan langsung oleh Ivan Gunawan bersama pengurus masjid.
-
Kapan Ridwan Kamil mencoblos? Hal itu ia sampaikan usai mencoblos surar suara di TPS 45, Jalan Gunung Kencana, Ciumbuleuit, Kota Bandung, Rabu (14/2).
"Dalam analisis kami Perppu No.1 tahun 2020 memberi jalan terbuka bagi lahirnya pemerintahan otoriter. Atas nama penyelamatan ekonomi Perppu tersebut memberi legitimasi benih-benih otoritarianisme melalui perundang-undangan," katanya dalam keterangan yang diterima merdeka.com, Rabu (22/4).
Dia menuturkan, Perppu No.1 tahun 2020 secara eksplisit memangkas hak-hak legislasi dan anggaran DPR RI. Sebab, Perubahan postur APBN cukup melalui proses Peraturan Presiden tanpa melalui proses legislasi UU yang harus mendapatkan persetujuan DPR RI sebagaimana amanat Konstitusi kita UUD NRI 1945.
"Sebagaimana kredo politik yang sangat masyhur 'Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely,' maka penting ada pembagian kekuasaan Trias Politica agar terjadi check and balances. Kekuasaan tidak boleh dimonopoli oleh eksekutif," jelasnya.
Sohibul menambahkan, dalam sistem Presidensial Presiden dipisahkan dari kekuasaan parlemen dan merupakan penguasa tertinggi Lembaga Eksekutif dan ia harus dikontrol oleh kekuasaan legislatif.
"Sehingga gerak langkah Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan tetap pada rel yang benar sesuai dengan Konstitusi dan Perundang-undangan yang berlaku," ucapnya.
Dia menegaskan, DPR RI tidak boleh menjadi Rubber Stamp yang hanya jadi tukang stempel kebijakan-kebijakan pemerintah. Justru harus bersikap rasional dan kritis atas setiap kebijakan pemerintah.
"Karena itu DPR RI sebagai kekuatan legislatif harus bersikap sebagai kekuatan penyeimbang Pemerintah dan pejuang suara hati rakyat," terangnya.
Menurutnya, Perppu No.1 tahun 2020 ini memiliki potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan potensi penyalahgunaan penggunaan sumber daya keuangan (abuse of money). Kemudian, Perppu ini tidak hanya memangkas hak legislasi dan anggaran DPR RI, tapi juga memberikan kekebalan hukum kepada penyelenggara pemerintahan dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Apalagi, Konstitusi sudah jelas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan. Dan semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.
"Tidak ada satu pun warga negara di Republik Indonesia yang berhak mendapatkan kekebalan hukum. Bahkan Presiden sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan pun memiliki kedudukan yang sama di depan hukum," kata Sohibul.
Oleh karena itu, demi menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia dan menjaga amanat konstitusi, DPP PKS memerintahkan Fraksi PKS DPR RI untuk mengkaji lebih dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan menyiapkan argumen-argumen rasional konstitusional sebagai bahan FPKS menolak Perppu tersebut dijadikan Undang-Undang.
"Saya juga mengajak kepada seluruh Pimpinan Partai Politik dan Pimpinan DPR RI untuk bersama-sama menyelamatkan dan mengawal demokrasi dan konstitusi kita agar tetap on the track! Demikian. Semoga catatan ini bermanfaat untuk kita semua," pungkas Sohibul.
(mdk/fik)