Ridwan Kamil Kombinasikan Cara Anies dan Ahok Bereskan Masalah Sungai Jakarta: Kuncinya yang Penting Hasilnya
Ridwan Kamil mengaku tak mau memperdebatkan cara siapa yang paling paten mengatasi masalah sungai di Jakarta.
Sungai di Jakarta masih menjadi problem tak berkesudahan hingga hari ini. Bergantinya era gubernur, mempunyai caranya masing-masing. Saat di zaman Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) normalisasi sungai dilakukan untuk mengeruk sungai-sungai dangkal. Namun beda lagi di zaman Anies Baswedan yang menamakan caranya sebagai naturalisasi.
Menanggapi hal itu, calon Gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil mengaku tak mau memperdebatkan cara siapa yang paling paten mengatasi masalah sungai di Jakarta. Justru sebaliknya, Ridwan Kamil ingin mengombinasikan kedua metode tersebut sesuai dengan porsi dan kebutuhan masing-masing.
- Ridwan Kamil: Ada Kawasan Kumuh Mirip Pengungsian, Beda Jauh dengan Sudirman-Thamrin yang Kinclong
- Debat Ahok dan Anies Dinilai Lebih Seru, Ridwan Kamil: Saya Enggak Bisa Teriak-Teriak
- Ridwan Kamil Janji Lanjutkan Prestasi Anies, Ahok hingga Jokowi di Jakarta: Kami akan Sempurnakan
- Ridwan Kamil Sudah Bertemu Prabowo, Hasilnya Lebih Condong ke Jakarta
"Tidak bisa satu resep mungkin untuk semua. Kan tadi saya bilang, realistis juga idealis. Idealnya lebih banyak alami itu lebih bagus. Tapi ketika alami betul-betul tidak memungkinkan, nanti kita cari secara engineering yang tetap ramah lingkungan, tapi dengan cara-cara baru," kata Ridwan Kamil usai meninjau kondisi Kali Ciliwung di Condet, Jakarta Timur, Kamis (3/10).
Ridwan Kamil menilai, konsep hanyalah cara digunakan mengatasi masalah sungai di Jakarta. Namun hal yang menjadi poin adalah bagaimana hasil akhirnya yakni terbebas dari sampah.
"Kuncinya yang penting hasil akhirnya. Tidak perlu terlalu diperdebatkan metodenya. Yang penting hasil akhirnya bebas dari sampah," ujar Ridwan Kamil.
Selain persoalan membersihkan sampah dari sungai, Ridwan Kamil juga hendak menanam lebih banyak tumbuhan hijau. Harapannya, pohon-pohon yang ada di sekitaran sungai bisa berdampak ke kota yang pada akhirnya dapat menyerap polusi udara.
"Kan saya sudah bilang, kita mau menanam 6 jutaan pohon dalam 5 tahun, supaya menyerap polusi kan. Nah kalau di pinggir sungai, pohon selain menyerap polusi. Karena diserap oleh pohon, nah itu kita perbanyak juga. Jadi mana yang baik kita pertahankan, insyaallah akan perbanyak inovasi," ujar Ridwan Kamil.
Bentuk Satgas Pentahelix Atasi Masalah Ciliwung
Selain itu, Ridwan Kamil mengaku menyerap banyak aspirasi terkait permasalahan di Kali Ciliwung. Hal itu dia dengar usai menyusuri kali tersebut dalam rangkaian kampanyenya di Jakarta Timur.
Mantan Gubernur Jawa Barat tersebut mengatakan, masalah yang ada di Ciliwung tidak jauh berbeda dengan apa yang sebelumnya pernah dia tangani di Citarum. Selain soal sampah, tata letak pemukiman di bantaran dan kesadaran warga akan fungsi kali atau sungai masih kurang teredukasi. Namun masalah-masalah tersebut berangsur terselesaikan dengan hadirnya satuan tugas (Satgas) berkonsep Pentahelix.
“Saya pernah punya pengalaman membuat Satgas Citarum ya, dengan konsep Pentahelix. Jadi konsep Pentahelix akan dikembalikan, dihadirkan. Jadi ada pertama dari unsur pemerintah-TNI-Polri-Kejaksaan. Kemudian yang kedua adalah akademisi, ketiganya komunitas, keempatnya wirausaha atau pebisnis. Terakhir adalah media untuk mengedukasi juga. Nah kombinasi Pentahelix untuk menyelesaikan masalah Ciliwung,” ujar Ridwan Kamil.
Berkaca dari Ciliwung, Ridwan Kamil pun ingin kombinasi Pentahelix bisa digunakan guna menyelesaikan masalah Ciliwung. Sebab dia yakin, jika hanya mengandalkan dari unsur pemerintah maka persoalan kali tidak akan selesai.
“Mungkin akan kita hadirkan juga sebagai konsep membangun bersama-sama menyelesaikan masalah Ciliwung. Kalau hanya mengandalkan pemerintah hanya 20 persen kekuatan, nggak bisa. Kalau cuma dengan akademisi juga cuma 40 persen, butuh 100 persen! Nah itu mungkin komitmennya,” kata dia.
Ridwan Kamil pun memohon dukungan dan jika takdir tuhan meridhoi maka di tahun pertamanya menjabat sebagai gubernur Jakarta, dirinya akan membentuk Satgas Kali Ciliwung dengan konsep Pentahelix.
“Jadi dengan membentuk Satgas, Kali Ciliwung mudah-mudahan lebih baik. Nanti kita carikan solusi-solusinya. Jakartanya boleh jadi Jakarta baru, Jakarta maju,” ujar dia.
Condet Terkepung Pembangunan
Ridwan Kamil mencatat, sejatinya kawasan Condet di Jakarta Timur adalah cagar budaya. Namun seiringnya berkembangnya pusat zaman dan jumlah manusia, kini kawasan tersebut mulai didominasi ruko sebagai pusat bisnis
“Kawasan Condet yang terkepung oleh pembangunan yang enggak ada bedanya dengan kawasan lain padahal peraturannya sudah ada terkait kawasan cagar budaya Condet,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil pun mengajak kepada para pihak yang berkepentingan untuk bersama membangun Condet dan mengembalikan kawasan tersebut menjadi apa yang sudah ditentukan yang diutamakan sebagai cagar budaya.
“Nanti kita carikan solusi-solusinya. Jakartanya boleh jadi baru, jadi maju. Tapi pelestarian lingkungan, penghormatan sejarah, di kawasan sini, ada tempat komunitas, ruang sosial, itu dilakukan dengan baik,” pesan Ridwan Kamil
Sebagai informasi, komentar RK soal Condet menjadi respons atas suara warga setempat yang kesal karena semakin menjamurnya ruko dan pusat bisnis multi sektor di condet, seperti kafe, restoran, fashion dan yang paling dikenal adalah parfum.
Menurut warga asli setempat, Condet menjadi primadona yang seksi dan sudah menjadi kawasan yang diincar para pengusaha sejak zaman dahulu. Namun soliditas warga yang mempertahankan Condet sebagai kawasan budaya yang akhirnya membuat Condet bertahan.
“Jadi condet harus dibenahi, saya butuh gubernur yang harus berani, Pak RK harus berani, kalau gak dibenahi ancur cagar budaya condet,” kata salah satu warga kepada Ridwan Kamil.
Menurut warga, Condet diperuntukan untuk kawasan pemukiman. Namun faktanya, saat ini Condet dipadati dengan ruko bisnis.
“Kalau Condet jadi kawasan bisnis saya tolak, tapi bukan berarti orang Condet enggak boleh dagang, tapi peruntukan, kalau peruntukannya untuk bisnis tanah condet mahal, Rp 100 juta per meter tapi budaya kita ancur,” kritik warga.