Saldi Isra: Mahkamah Sering Beri Pertimbangan Open Legal Policy Permasalahan Tak Diatur dalam Konstitusi
Menurut Saldi Isra, ranah ini bukan diserahkan kepada lembaga peradilan seperti Mahkamah Konstitusi.
Menurut Saldi Isra, ranah ini bukan diserahkan kepada lembaga peradilan seperti Mahkamah Konstitusi.
Saldi Isra: Mahkamah Sering Beri Pertimbangan Open Legal Policy Permasalahan Tak Diatur dalam Konstitusi
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra menilai, permasalahan batas usia minimal capres-cawapres seharusnya diselesaikan open legal policy. Menurut Saldi Isra, ranah ini bukan diserahkan kepada lembaga peradilan seperti Mahkamah Konstitusi.
- Profil Saldi Isra dan Arief Hidayat, Hakim MK yang Bongkar Keganjilan Putusan Kepala Daerah Bisa Maju Pilpres
- Kala Hakim Saldi Isra Singgung Nama Gibran di Sidang Putusan Terkait Usia Capres-Cawapres
- Saldi Isra: MK Menjebak Diri Sendiri dalam Pusaran Politik
- Saldi Isra: Hakim Gerbong yang Mengabulkan Sebagian Terkesan Bernafsu dan Buru-Buru
Saldi Isra merupakan salah satu dari empat hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda atau disentting opinion terkait putusan gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu. Diketahui putusan MK justru mengabulkan sebagian gugatan itu.
"Mahkamah seringkali memberikan pertimbangan opened legal policy terhadap permasalahan yang tidak diatur secara eksplisit di dalam konstitusi, sehingga sepenuhnya diserahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukannya, dan bukan diputuskan sendiri oleh Mahkamah," ucap Saldi Isra di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10).
Semestinya, kata Saldi Isra, MK sudah seharusnya berpegang teguh pada pendekatan tersebut.
MK juga tidak perlu seakan-akan memilih-milih mana yang dapat dijadikan opened legal policy dan memutuskannya tanpa argumentasi legal reasoning yang jelas serta berubah-ubah.
Jika itu terjadi, Saldi Isra menyebut, penentuan opened legal policy MK dikhawatirkan menjadi yurisprudensi 'cherry picking'.
"Sebagaimana terlihat dari ketidakkonsistenan pendapat sebagian hakim yang berubah seketika dalam menjawab pokok permasalahan dalam beberapa permohonan yang serupa seperti diuraikan di atas," tutur Saldi Isra.
Saldi Isra menegaskan, dalam permohonan a quo, MK seharusnya menerapkan judicial restraint dengan menahan diri untuk tidak masuk dalam kewenangan pembentuk undang-undang dalam menentukan persyaratan batas usia minimum bagi calon wakil presiden dan wakil presiden.
Hal ini, kata Saldi Isra, sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan penghormatan kepada pembentuk undang-undang dalam konteks pemisahan kekuasaan negara.
Saldi Isra menambahkan, pembentuk undang-undang secara eksplisit juga telah menyampaikan keinginan yang serupa dengan para pemohon.
"Sehingga perubahan ataupun penambahan terhadap persyaratan bagi calon presiden dan wakil presiden tersebut sudah selayaknya dilakukan melalui mekanisme legislative review dengan cara merevisi Undang-Undang yang dimohonkan oleh para pemohon, bukan justru melempar 'bola panas' ini kepada Mahkamah," pungkasnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan bernomor 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru. Petitumnya adalah meminta ditambahkan frasa 'berpengalaman sebagai kepala daerah' sebagai syarat capres-cawapres.