Sengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket
Sebaiknya MK difungsikan agar proses dari pemilu cepat selesai, legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan.
Sebaiknya MK difungsikan agar proses dari pemilu cepat selesai, legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan.
- MK Terima 206 Permohonan Sengketa Pilkada 2024, Ini Rinciannya
- MK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket
- KPU Siapkan Tim Hukum untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu 2024 di MK
- Pengamat Soal Rencana Hak Angket Pemilu: Keliatannya Layu Sebelum Berkembang, akan Diblok Koalisi Pemerintah
Sengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket
Pengamat Politik Citra Institute Efriza menilai, memakai cara hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu hanya buang-buang waktu saja. Efriza menyebut, sebaiknya mencari penyelesaian atas ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pemilu bisa ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau lembaga pengawas pemilu.
"Sengketa pemilu semestinya memang diproses diberbagai lembaga penyelenggara pemilu seperti Bawaslu, DKPP, dan proses sengketa MK. Ketimbang berlarut-larut di DPR, artinya kita juga menempatkan persoalan pemilu di peradikan pemilu," kata Efriza kepada wartawan, Jumat (23/3).
Efriza mengatakan, sebaiknya MK difungsikan agar proses dari pemilu cepat selesai, legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan. Bukan justru menyandera pemerintahan atas nama kepentingan kelompok yang sekadar membawa nama rakyat.
"Lagipula, jika berlarut proses hak angket, para legislatornya banyak tak terpilih kembali, prosesnya jadi beda semangat juangnya, minimal suasana kebatinannya. Apalagi jika ternyata partai-partai koalisinya malah berubah haluan menjadi pendukung pemerintah, jadi percuma juga prosesnya," ujarnya.
Efriza melanjutkan, semestinya proses pemilu harus cepat selesai, bukan dibuat berlarut-larut. Sehingga, tidak hanya menghadirkan upaya sentimen negatif saja terhadap pasangan capres-cawapres yang akan menjalani pemerintahan terpilh.
"Ini tentu pola sikap pragmatis politisi saja, yang tak siap kalah sebenarnya. Jadi kesalahan, kecurangan memungkinkan, tapi cukup sebaiknya proses sengketa hukum, dengan niat dasar sama-sama membangun negeri, bukan layaknya balas dendam," ucapnya.
Efriza menuturkan, sebenarnya hak angket kurang dapat berjalan maksimal marena konsentrasi para caleg yang maju kembali sedang fokus mengawal suaranya.
"Lagi pula, jika dibaca seksama narasi kecurangan ini lebih kuat karena rasa dongkol semata PDIP dengan Presiden Jokowi. Andai saja Jokowi tak endorse Prabowo dan ajukan Gibran kemungkinan sikap PDIP akan sama menerima hasil pilpres," pungkasnya.