Setnov catut Jokowi, politisi Hanura minta kocok ulang pimpinan DPR
Dia juga meminta agar MKD mencopot jabatan Ketua DPR Setya Novanto.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bertindak tegas dengan melepas jabatan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov). Setya Novanto ternyata nama yang diberikan Menteri ESCM Sudirman Said kepada MKD dengan tuduhan mencatut Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam perpanjangan kontrak PT Freeport.
"Meminta kepada MKD untuk bersikap tegas, kalau ada pelanggaran berat bisa turun, ini bukan satu saja ini kan satu paket. Harus ada kocok ulang, kalau ini pelanggaran berat. MKD harus tegas, kalau ini memang tidak terbukti juga harus merehabilitasi nama pimpinan DPR RI," kata Inas saat dihubungi, Selasa (17/11).
Menurut Inas, penyalahgunaan jabatan yang dilakukan Setnov sudah mempermalukan bangsa ini. Dia mengklaim di zaman orde baru Suharto tak ada pemalakan terhadap PT Freeport.
"Kalau ini memang terjadi sangat mempermalukan bangsa Indonesia karena ini kan institusi rakyat. Itu kan Freeport jadi itu perusahaan, ini untuk pertama kalinya dipalak zaman Soeharto saja tidak berani. Ini sangat mempermalukan bangsa Indonesia," tuturnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Sudirman menyatakan bahwa anggota DPR tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT Freeport Indonesia dan meminta agar PT Freeport Indonesia memberikan saham yang disebutnya akan diberikan pada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sudirman juga menjelaskan bahwa seorang anggota DPR tersebut juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika. Selain itu dia juga meminta PT Freeport Indonesia menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dari proyek tersebut.
Sudirman menjelaskan dengan dalih menjadi penghubung agar proposal tersebut disetujui pemerintah, oknum tadi meminta 20 persen dengan rincian 11 persen akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan 9 persen sisanya untuk Wakil Presiden Jusuf Kalla. Setnov dianggap mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta 20 persen saham perseroan dan 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, di Papua.