Trend Positif Jika Pertemuan Prabowo-Megawati Terwujud, Transisi Cenderung Soft Landing
Said menyebut pertemuan tersebut bukan untuk menentukan arah politik PDIP lima tahun ke depan.
Wacana pertemuan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan Presiden terpilih, Prabowo Subianto memicu banyak spekulasi. Di antaranya menyebutkan PDIP memberikan sinyal akan bergabung ke dalam koalisi pendukung Prabowo.
Namun Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, membantah hal tersebut dengan tegas. Said mengatakan pertemuan Megawati dengan Prabowo adalah pertemuan dua tokoh bangsa yang akan membicarakan bangsa Indonesia secara umum. Said menyebut pertemuan tersebut bukan untuk menentukan arah politik PDIP lima tahun ke depan.
- Golkar Ajak PDIP Masuk Pemerintahan Prabowo-Gibran: Demi Pembangunan Ekonomi
- Prabowo dan Megawati Diyakini Bakal Bertemu, Sinyal PDIP Merapat ke Pemerintahan Selanjutnya?
- Prabowo-Gibran Menang pilpres, Kadin: Kondisi Harus Tetap Stabil dan THR Cair Pekan Depan
- Indikator Politik Beberkan Alasan Elektabilitas PDIP Turun: Jokower Pindah ke Partai Lain
"Dulu diharapkan kedua tokoh ini bertemu, ketika dua tokoh bangsa ini bertemu akan bicara visi ke depan bagaimana membangun Indonesia. "Visi sama tidak harus kami di dalam atau tidak haram kami di luar. Kan begitu. Jangan kemudian karena bertemu wah berarti, tidak ke situ," kata Said Abdullah di Gedung DPR, belum lama ini.
Said menegaskan PDIP sudah siap bila nanti selama lima tahun pemerintahan Prabowo akan berada di luar. Karena menurut Said berada di luar bukan berarti tidak memberikan kontribusi buat pemerintah. Justru ketika di luar kata dia PDIP dapat memberikan kritik yang membangun untuk kebaikan pemerintah dan negara.
Sementara itu, terlepas dari posisi di dalam atau luar pemerintahan, Analis Senior Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (POLKASI) Janu Wijayanto melihat adanya trend positif jika pertemuan antara dua ketua umum partai politik ini bisa benar-benar terjadi. Beberapa hal yang disampaikan terkait trend positif itu antara lain: pertama dua ketua umum partai itu notabene merupakan ketum dua partai besar yang punya dukungan basis massa riil.
"PDI Perjuangan memiliki basis massa ditopang struktur partai yang dimilikinya hingga level anak ranting atau tingkat RW dan pemilih tradisionalnya cenderung stabil paling kecil 10 persen dari pemilih di Indonesia. Sedangkan Partai Gerindra memiliki basis massa riil karena memiliki kapasitas penggerak jejaring sektoral yang dimiliki baik sektor tani, buruh, pedagang pasar, petani, juga nelayan. Dua raw material ini lebih dari cukup menjaga stabilitas sosial politik," ujar Janu.
Trend positif kedua menurut Janu adalah Prabowo dan Megawati cenderung selalu membangun narasi mirip yang sering disampaikan ke publik yaitu selalu memiliki tone positif idealisme bernegara dan cita cita sama menuju Indonesia Raya. "Bahkan dalam sambutan sambutan di acara internal partai pun kedua tokoh Indonesia ini nampak paling setia dengan struktur narasi kebangsaan dan patriotisme yang kental. Kesamaan itu nampak alami," urai alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia.
Ketiga baik Prabowo maupun Megawati Sukarnoputri memiliki kecenderungan basis nilai (core value) politik yang mirip. Yaitu mengedepankan persatuan nasional dan terutama concern kepada kepentingan nasional (national self interest), hal itu nampak kental sekali, menurut Janu.
"Ketiga kecenderungan ada kesamaan nilai dan perilaku politik dari dua tokoh ini dan jika keduanya bertemu itu akan membawa efek positif karena merepresentasikan pendirian karakter politik yang kuat diimbangi dengan kapasitas personal yang rela berkorban untuk kepentingan negara. Tentu akan menjadi modal signifikan untuk menjaga goncangan (turbulensi) sebab memiliki ketahanan bagus. Dalam arti memiliki basis kapasitas atau daya untuk menghindari terjadinya kerugian bagi negara," ujarnya.
Kondisi yang sebagaimana di atas memiliki tendensi menjadi trend positif terutama bagi proses transisi kekuasaan pada waktu dekat ini. Pertemuan Prabowo Megawati bisa menjadi katalisator damai proses transisi dan itu bisa lebih memastikan terjadinya kondisi soft landing bagi proses transisi kekuasaan di Indonesia.
"Itu akan bagus mengingat ketidakpastian global dan merangseknya krisis ekonomi hampir hadir secara bersamaan dengan melekat potensi pendadakan (surprises). Hal itu ibarat warna bisa lampu kuning ke merah," imbuhnya.