Warga Solo Peduli Pemilu Gugat Perppu Pilkada ke MK
Menurut kuasa hukum PWSPP, Arif Sahudi, berdasarkan Pasal 201A ayat (1) dan (2) Perppu Nomor 2 Tahun 2020, menyebutkan Pilkada serentak ditunda karena bencana non-alam Covid-19 dan akan dilaksanakan pada Desember 2020.
Pelaksanaan Pilkada serentak yang akan dihelat 9 Desember mendatang mendapatkan tentangan. Kondisi bangsa yang masih dalam pandemi Covid-19 menjadi alasannya. Salah satu penggugat tersebut adalah Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP).
Mereka mendaftarkan gugatan Perppu No 2 Tahun 2020 tentang Pilkada tersebut secara online ke situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (8/6) kemarin.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Kapan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres? Momen kunjungan kerja ini berbarengan saat Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres diajukan Kubu Anies dan Ganjar.
-
Apa yang diubah Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024? Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang terbatas 17 orang. “Ada kesepakatan baru, sekarang 19 orang. Sebelumnya MK hanya memperbolehkan pemohon membawa 17 orang terdiri dari 15 saksi dan 2 ahli,” kata Fajar kepada awak media di Gedung MK Jakarta, Selasa (26/3/2024).
-
Mengapa Pilkada 2020 disebut sebagai momen penting dalam demokrasi Indonesia? Pilkada Serentak 2020 menjadi salah satu momen penting dalam demokrasi Indonesia, meskipun dilaksanakan di tengah tantangan pandemi.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
Menurut kuasa hukum PWSPP, Arif Sahudi, berdasarkan Pasal 201A ayat (1) dan (2) Perppu Nomor 2 Tahun 2020, menyebutkan Pilkada serentak ditunda karena bencana non-alam Covid-19 dan akan dilaksanakan pada Desember 2020.
"Dalam PKPU itu kan disebut, bahkan di dalam UU Pilkada tahapan pemilu dimulai 6 bulan sebelum pencoblosan. Itu berarti tanggal 15 Juni 2020 sudah dimulai tahapan itu," ujar dia, Selasa (9/6).
Sementara Pemerintah, dikatakannya, pada 13 April 2020 menerbitkan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). Padahal, lanjut dia, hingga saat ini
Kepresidenan tersebut belum dicabut.
"Jika pilkada tetap dilaksanakan, berarti tidak sesuai Keppres Perppu itu. Atau seharusnya Perppu ini dimulai setelah Indonesia dinyatakan bebas pandemi corona dengan dicabutnya Kepresidenan," tandasnya.
Menurut dia, jika Indonesia masih dalam pandemi kemudian diselenggarakan Pilkada, secara hukum tidak pas. Apalagi Keppres menyatakan saat ini masih pandemi. Secara sosial atau politik, dikatakannya, jika pilkada tetap digelar, akan membengkakkan dana untuk membeli APD, persiapan protokol kesehatan.
"Kalau tetap digelar, apakah ada dana untuk itu?" katanya.
Ia menilai, dalam kondisi serba darurat, hampir seluruh tahapan Pilkada tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Hal tersebut bisa menimbulkan risiko keamanan, kesehatan dan dapat menurunkan kualitas Pilkada.
"Tingkat partisipasi, legitimasi hasil Pilkada pun akan banyak yang mempertanyakan legitimasinya. Untuk itu kita meminta MK untuk menyatakan Pasal 201A ayat 1 dan 2 mempunyai kekauatan hukum mengikat sepanjang dimaknai tahapan Pilkada Serentak dapat dilaksanakan setelah Keppres No 12 Tahun 2020 dicabut," tegasnya.
(mdk/ray)