Masjid Agung Djenne, bangunan lumpur simbol Islam Mali
Masjid Agung Djenne adalah contoh terbesar gaya primitif arsitektur Afrika.
Djenne merupakan sebuah kota kuno yang terletak di antara dua sungai di Mali. Suasananya damai, sangat tradisional, tetapi, beberapa orang mengatakan suasana di sana kini dipengaruhi oleh modernisasi.
Dilansir dari nytimes.com, Djenne, bersamaan dengan Timbukti, dulunya merupakan pusat sentral penyebaran dan penetrasi Islam di Mali dan benua Afrika. Walaupun, Islam hanya memegang kekuasan pada abad 13 di kota tersebut, penetrasi Islam berhasil menyebar hingga ke pedalaman Timur Tengah dan Laut Mediterania selama berabad-abad.
Garam, emas dan budak membawa banyak para akademisi, peneliti mengunjungi Djenne dan membangun pusat pendidikan di kota ini.
Djenne memiliki sebuah Masjid Agung kebanggaan yang merupakan salah satu situs relijius bersejarah di Afrika. Masjid Agung Djenne sangat unik karena bahan baku pembuatannya berasal dari lumpur kering. Masjid Agung Djenne adalah contoh terbesar dari gaya primitif arsitektur Afrika yang masih berhasil bertahan.
Ismaila Traore adalah otak di balik desain masjid lumpur terbesar dunia ini. Ismaila merupakah seorang muslim, arsitek dan juga koki.
Dalam membangun masjid ini, sang arsitek menggunakan bahan-bahan tradisional seperti batang dan cabang pohon yang diaduk bersamaan bata lumpur kering dan juga tanah liat. Para sejarahwan menilai jika secara keseluruhan desain dari masjid ini kebanyakan dipengaruhi oleh gaya desain Sudan.
Menggunakan lumpur sebagai bahan baku pembangunan jelas mendatangkan kelebihan dan juga kekurangan. Masjid Agung Djenne memang dinilai sangat unik, namun juga selalu berubah-ubah.
Karena terbuat dari lumpur, maka masalah terbesar adalah cuaca dan iklim. Cuaca dan iklim di Mali yang ekstrim melibatkan panas yang berkepanjangan, tingkat kelembaban tinggi dan juga erosi. Akibatnya, bangunan Masjid Agung sering mengalami distorsi.
Upaya untuk selalu memperbarui bangunan masjid, setiap tahunnya warga sekitar menggelar festival yang dinamakan Crepissage de la Grand Mosque. Tujuannya mengajak warga Mali untuk berkontribusi mendempul masjid mereka.
Caranya cukup unik, dalam festival tersebut diadakan kompetisi mendempul yang dibagi ke dalam banyak kelompok. Kelompok yang dengan cepat bisa menutup kembali lubang di gedung menjadi pemenang.
Selain itu, festival ini juga disemarakkan oleh makanan dan musik. Di sekeliling masjid, terdapat sebuah pasar tradisional yang selalu ramai didatangi oleh warga Muslim Mali. Walaupun banyak masjid yang usianya lebih tua, Masjid Agung Djenne diklaim sebagai simbol Islam terkuat di Mali.