Kenali Infeksi Bakteri Misterius STSS yang Menyerang Jepang, Mungkinkah Terjadi di Indonesia?
Infeksi bakteri misterius mematikan bernama Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) sedang melanda Jepang.
Infeksi bakteri misterius mematikan bernama Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) sedang melanda Jepang. Kenali bahayanya serta apakah mungkin terjadi di Indonesia.
-
Apa yang dimaksud dengan Toxic Shock Syndrome? Toxic Shock Syndrome adalah komplikasi infeksi bakteri jenis tertentu yang mengancam jiwa.
-
Bagaimana cara Toxic Shock Syndrome menyerang tubuh? Toxic Shock Syndrome adalah komplikasi infeksi bakteri jenis tertentu yang mengancam jiwa. Toxic shock syndrome (TSS) adalah komplikasi infeksi bakteri jenis tertentu yang langka namun mengancam jiwa. Toxic Shock Syndrome seringkali disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri Staphylococcus aureus (staph). Namun, kondisi ini juga dapat disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri streptokokus grup A (strep).
-
Di mana infeksi Shigella sering terjadi? Selain itu, penyebaran infeksi juga dapat terjadi secara cepat di tempat-tempat dengan populasi padat seperti pusat-pusat pengungsi atau komunitas dengan sanitasi yang kurang baik.
-
Apa saja gejala sepsis pada bayi? Gejala sepsis dapat bervariasi, namun dapat mencakup satu atau lebih dari gejala berikut: detak jantung yang cepat, pernapasan cepat, sesak napas, rasa sakit atau ketidaknyamanan, muntah, demam, kulit lembap atau pucat, suhu rendah, tangan dan kaki dingin, gemetaran.
-
Siapa yang bisa terkena Toxic Shock Syndrome? Toxic Shock Syndrome dapat menyerang siapa saja termasuk pria, anak-anak, dan wanita pascamenopause.
-
Mengapa sepsis berbahaya bagi bayi? Sepsis adalah kondisi yang berpotensi mengancam nyawa ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap suatu infeksi. Reaksi berlebihan ini menyebabkan kerusakan pada organ tubuh dan jaringan lainnya.
Kenali Infeksi Bakteri Misterius STSS yang Menyerang Jepang, Mungkinkah Terjadi di Indonesia?
Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) adalah kondisi medis yang serius dan jarang terjadi, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pyogenes, atau yang dikenal sebagai strep A. Di Jepang, terjadi peningkatan kasus STSS yang signifikan, dengan laporan mencapai 941 kasus pada tahun lalu dan 378 kasus hanya dalam dua bulan pertama tahun 2024.
Kondisi ini sangat mematikan dengan tingkat kematian sekitar 30 persen, dan dapat menyebabkan gejala seperti sakit tenggorokan, demam, diare, muntah, dan kelesuan. Dalam kasus yang parah, STSS dapat menyebabkan kegagalan organ dan nekrosis.
Penyebab pasti dari lonjakan kasus di Jepang masih belum diketahui, namun beberapa ahli percaya bahwa peningkatan ini mungkin terkait dengan pengurangan tindakan pencegahan higienis setelah pandemi COVID-19. Selain itu, strain bakteri yang sangat virulen dan menular telah dikonfirmasi di Jepang, termasuk strain UK yang sangat virulen.
- WHO Terjunkan Tim Ahli Selidiki Penyakit Misterius di Kongo, Bakal Jadi Pandemi?
- 143 Orang Meninggal Akibat Penyakit Misterius di Kongo, Gejalanya Mirip Covid
- Mengenang Sosok Achmad Mochtar, Ilmuwan Kedokteran Asal Sumatera Barat yang Berjasa di Bidang Penelitian
- Mengenal Toxic Shock Syndrome dari Penyebab, Gejala, Hingga Cara Mengatasinya
"Masih banyak faktor yang belum diketahui mengenai mekanisme di balik bentuk-bentuk fulminan (berat dan tiba-tiba) dari streptokokus, dan kita belum sampai pada tahap di mana kita dapat menjelaskannya," kata Institut Nasional Penyakit Menular (NIID) dilansir dari Medical Daily.
Pencegahan STSS melibatkan langkah-langkah seperti mencuci tangan secara teratur, menjaga kebersihan luka, dan mencari perawatan medis segera jika terjadi gejala yang tidak biasa atau jika luka mulai membengkak atau menjadi menyakitkan. Pengobatan dini sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi serius dari STSS.
Sementara itu, para ahli menyatakan kekhawatiran atas lonjakan tiba-tiba dalam infeksi ini dan beberapa orang percaya bahwa hal tersebut berhubungan dengan penghapusan pembatasan bersamaan dengan penurunan kekebalan setelah COVID-19.
"Menurut pendapat saya, lebih dari 50 persen orang Jepang telah terinfeksi oleh Sars-CoV-2. Status imunologis orang setelah pulih dari COVID-19 mengubah kerentanan mereka terhadap beberapa mikroorganisme. Kita perlu menjelaskan siklus infeksi dari penyakit streptokokus piogenik invasif yang parah dan segera mengontrolnya," kata Ken Kikuchi, seorang profesor penyakit menular di Tokyo Women's Medical University dilansir Guardian.
Gejala STSS
Infeksi ini sering dimulai dengan gejala mirip influenza, termasuk demam, menggigil, nyeri otot, mual, dan muntah. Ini sering cepat berkembang menjadi tanda-tanda kegagalan organ spesifik, termasuk ginjal, hati, paru-paru, dan darah.
Bakteri penyebab infeksi dapat masuk melalui luka pada kulit seperti luka operasi atau cedera, vagina, faring, atau melalui selaput lendir seperti kulit di dalam hidung dan tenggorokan. Namun, dalam hampir separuh kasus, asal muasal masuknya bakteri tetap tidak teridentifikasi.
Siapa yang Berisiko Terkena STSS?
Meskipun infeksi ini lebih umum terjadi pada orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih tua, menurut NIID, strain golongan A sekarang menyebabkan lebih banyak kematian di antara pasien di bawah 50 tahun. Dari 65 pasien yang didiagnosis dengan STSS di bawah usia 50 tahun antara Juli dan Desember tahun lalu, sekitar sepertiga meninggal.
Meskipun infeksi ini lebih umum terjadi pada orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih tua, menurut NIID, strain golongan A sekarang menyebabkan lebih banyak kematian di antara pasien di bawah 50 tahun. Dari 65 pasien yang didiagnosis dengan STSS di bawah usia 50 tahun antara Juli dan Desember tahun lalu, sekitar sepertiga meninggal.
Pencegahan
Untuk mencegah penyebaran infeksi streptokokus golongan A, disarankan untuk mengikuti praktik standar pengendalian infeksi, termasuk kebersihan tangan yang baik dan menutup mulut saat batuk atau bersin.
Mungkinkah STSS Terjadi di Indonesia?
Mengenai kemungkinan munculnya kasus serupa di Indonesia, perlu diingat bahwa STSS adalah penyakit yang dapat muncul di mana saja, terutama jika ada penurunan tindakan pencegahan higienis dan penanganan luka yang tidak tepat. Meskipun belum ada laporan peningkatan kasus STSS yang signifikan di Indonesia, penting untuk tetap waspada dan mengikuti praktik higienis yang baik untuk mencegah penyebaran infeksi strep A.
Dengan meningkatnya mobilitas global dan interaksi antar negara, penting bagi Indonesia untuk memantau perkembangan kasus STSS di negara lain dan bersiap untuk menghadapi kemungkinan kasus yang mungkin muncul. Sistem kesehatan harus dilengkapi dengan protokol untuk mengenali dan merespons cepat terhadap kasus STSS, serta menyediakan informasi dan sumber daya yang cukup untuk masyarakat tentang cara pencegahan dan pengenalan gejala dini penyakit ini.