Ketahui Perbedaan Pola antara DBD dengan COVID-19
Menurut perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI, walaupun gejala demam terjadi pada kedua penyakit tersebut, tapi polanya berbeda.
Demam berdarah dengue (DBD) dan COVID-19 memiliki gejala yang hampir serupa. Keberadaan demam merupakan gejala sama yang sering membuat keduanya membingungkan.
Menurut perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI, walaupun gejala demam terjadi pada kedua penyakit tersebut, tapi polanya berbeda.
-
Apa itu demam? Demam merupakan kondisi di mana suhu tubuh seseorang naik di atas 37 derajat Celsius.
-
Bagaimana cara mencegah demam berdarah? Salah satu cara yang paling terkenal dalam mencegah demam berdarah pada anak ialah dengan melakukan 3M atau menguras, menutup dan mengubur. Lantas, apa saja tanda-tanda demam berdarah pada anak dan bagaimana cara mencegahnya? Simak ulasannya yang merdeka.com lansir dari Healthline: Apa Itu Demam Berdarah pada Anak? Demam berdarah atau DBD adalah penyakit infeksi akibat virus Dengue yang menular melalui gigitan nyamuk. Biasanya, penyakit ini menimbulkan gejala demam tinggi, sakit kepala, dan nyeri otot. Demam berdarah bisa menyerang siapa saja, tak terkecuali anak-anak.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Siapa yang memimpin aksi demo petani Kendeng saat pandemi COVID-19? Aksi demo petani Kendeng kembali dilakukan saat pandemi COVID-19. Kala itu mereka menolak aktivitas penambangan yang dianggap berpotensi merusak lingkungan.
-
Siapa yang bisa terkena Demam Berdarah lagi? Jika seseorang baru saja sembuh dari infeksi virus dengue serotipe 1, masih ada kemungkinan untuk terinfeksi oleh tiga serotipe lainnya (DEN-2, DEN-3, DEN-4).
-
Bagaimana seseorang bisa terkena Demam Berdarah lagi? Ini berarti seseorang masih bisa terkena DBD hingga empat kali seumur hidupnya, karena setiap infeksi oleh serotipe yang berbeda dapat menyebabkan penyakit ini.
“Pola demam antara DBD dan COVID-19 berbeda. Pada demam dengue, fase demam itu terjadi akibat diremia, artinya di dalam darah ada virus yang beredar,” kata Erni beberapa waktu lalu.
Demam seperti ini sulit diturunkan dengan obat karena penyebab demamn itu ada terus dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari.
"Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun tapi tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi, demam pada DBD itu sulit diturunkan dengan obat turun panas,” jelasnya.
Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demam nya ada terus di dalam darah, imbuhnya.
Masa Inkubasi pada Demam Dengue
Berbeda dengan demam COVID-19, demam ini bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan seperti sesak napas, batuk, susah menelan, dan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau).
"Bedanya dengan COVID-19 adalah pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi,” lanjut Erni.
Ciri lainnya, sebelum seseorang mengalami demam dengue, maka orang tersebut akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu. Jadi, penularan dengue tidak terjadi seketika tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari.
Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah tapi belum menimbulkan gejala sampai kemudian jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah. Jika sudah banyak, maka penyakit atau gejala demam akan timbul.
Erni menambahkan, pasien demam dengue biasanya mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata.
Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tapi pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah.
DBD Didominasi Demam
Dalam keterangan yang sama, perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K) mengatakan yang dominan pada demam dengue adalah demam. Sedang, sakit kepala dan batuk pileknya lebih ringan dibanding pada COVID-19.
"Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum pada demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai hari ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan di mana bisa meninggal kalau tidak diberikan cairan obat yang cukup," katanya.
Sedang, demam pada COVID-19 bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen nya menurun.
Lebih lanjut ia menjelaskan fase demam dengue antara lain dari hari kesatu sampai hari ketiga adalah fase demam, kemudian fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, kemudian fase penyembuhan dari fase setelah hari ke-6.
"Pada fase demam ini anak demam tinggi dan biasanya menjadi malas minum sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya jangan sampai anak dehidrasi," ucapnya.
Pada kasus COVID-19, pada minggu pertama terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama ini antara hari ke-5 sampai hari ke-7 mulai ada gejala gejala respiratorik seperti sesak dan batuk pilek. Pada waktu ini lah biasanya tanda-tanda gejala mulai semakin memberat.
Reporter: Ade Nasihudin Al Ansori
Sumber: Liputan6.com