Dari 275 Juta Penduduk, Cari 11 Pemain kok Susah
Menyambut Euro 2020, gegap gempita fans sepakbola sejagad raya termasuk Indonesia sudah terasa. Banyak hal jadi perbincangan, salah satunya adalah siapa juara kompetisi 4 tahunan antar negara Eropa ini.
Percayalah, nonton bola langsung ke stadion di Indonesia itu asyiknya bukan melihat kejadian di lapangan. Kadangkala paling nancep di otak justru celetukan iseng penonton di sekiling kita.
Kalau pas nonton timnas kalah, celetukan paling klasik seperti ini: Masak dari 275 juta penduduk, cari 11 orang yang jago main bola saja susah.
-
Kapan undian Liga Europa akan dilakukan? Undian Liga Europa 2024/2025 akan diadakan malam ini, Jumat 30 Agustus 2024, pukul 13.00 CET atau setara dengan 18.00 WIB.
-
Dimana final Euro 2024 akan berlangsung? Partai final Euro 2024 akan pertemukan dua mantan juara dunia Spanyol dan Inggris. Timnas Spanyol hadapi Inggris di babak final Euro 2024 pada Senin (15/7) pukul 02.00 WIB di Olympiastadion, Berlin.
-
Apa yang dilarang di Jerman terkait dengan jersey Euro 2024? Direktorat Bea Cukai Jerman, Yvonne Schamber mengatakan penggemar yang mengenakan kaus palsu untuk penggunaan pribadi tidak perlu khawatir.
-
Apa perubahan utama dalam format Liga Europa musim ini? Format Liga Europa yang telah diterapkan selama bertahun-tahun kini akan mengalami revisi. Terdapat 32 tim yang akan berkompetisi di fase grup, kemudian berkurang menjadi 16 tim di fase gugur, dan seterusnya hingga final. Namun, mulai musim ini, UEFA memutuskan untuk meningkatkan jumlah peserta menjadi 36 tim. Fase grup akan dihapus dan digantikan dengan sistem baru yang dikenal sebagai League Phase, di mana semua tim akan berada dalam satu klasemen besar. Setiap tim akan menjalani 8 pertandingan, terdiri dari 4 laga di kandang dan 4 laga tandang.
-
Bagaimana UEFA menentukan pasangan tim di Liga Europa? Mirip dengan Liga Champions, proses undian tidak akan dilakukan secara manual. UEFA akan memanfaatkan perangkat lunak khusus untuk mempermudah dan mempercepat proses tersebut. Perangkat lunak ini akan secara acak memilih pasangan tim, sehingga pertandingan yang dihasilkan akan seimbang dan tidak terduga. Selain itu, perangkat lunak juga akan menentukan siapa yang menjadi tuan rumah dan tamu dalam setiap pertandingan.
-
Apa yang terjadi pada pertandingan terakhir Prancis dan Belgia di Euro 2024? Sebelumnya, Prancis dan Belgia juga bertemu di babak 16 besar Euro 2024, di mana Prancis menang tipis 1-0 berkat gol bunuh diri Jan Vertonghen di menit 85.
Islandia yang populasinya 356.000 orang bisa lolos ke Piala Dunia. Angka itu nyaris sama dengan jumlah penduduk gabungan Kecamatan Rungkut dan Tambaksari di Surabaya.
Kroasia yang penduduknya 4,1 juta orang bisa ke final Piala Dunia, bahkan satu pemainnya pernah jadi pemain terbaik dunia. Uruguay yang rakyatnya 3,5 juta orang bisa dua kali juara dunia. Atau Wales dan Makedonia Utara dengan 3,1 juta serta 2,08 juta kepala sanggup tembus ke putaran final Euro 2020. Lha ini Indonesia dengan seperempat miliar lebih orang, sepakbolanya langganan kalah.
Sekilas celetukan itu benar, tetapi kalau dicek fakta lebih cermat sejatinya salah kaprah. Tidak ada korelasi populasi suatu negara dengan prestasi di lapangan bola.
Kalau acuannya jumlah penduduk; China, India, Amerika Serikat, Indonesia, dan Pakistan tentu langganan lolos Piala Dunia. Faktanya dari negara paling banyak penduduk di kolong jagat itu, kecuali Amerika Serikat, hanya pernah dua kali lolos Piala Dunia: China (2002) dan Indonesia (1938) itupun atas nama Hindia Belanda.
Penjelasan yang 'lebih ilmiah' mari tengok survei pernah dilakukan federasi sepakbola dunia (FIFA) pada 2006. Megasurvei itu dinamakan Big Count. Kenapa megasurvei? Karena dilakukan di 207 negara anggotanya ketika itu. FIFA ini lebih besar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kalau PBB anggotanya sekarang 193 negara, FIFA punya 211 negara.
Survei Big Count 2006 hasilnya dirilis 2007. Tema besarnya, total ada sebanyak 270 juta orang bermain sepakbola di seluruh dunia (5 juta di antaranya wasit/ofisial). Naik dari 245 juta orang pada survei Big Count 2000 (5 juta wasit/ofisial).
Mari khusus kita lihat Big Count edisi 2007. Di situ tertera data, jumlah total pemain bola di Indonesia ada 7.094.260 orang. Angka ini dahsyat karena menempatkan negeri kita di posisi ketujuh negara dengan jumlah orang yang memainkan bola paling banyak di dunia. Enam negara di atasnya China, Amerika Serikat, India, Jerman, Brasil, dan Meksiko.
Dalam data ini, Wales dan Makedonia Utara (kita pilih dua negara ini karena bakal tampil di putaran final Euro 2020 beberapa hari lagi) tidak ada apa-apanya dibanding Indonesia. Wales hanya punya 173.550 pemain bola sedangkan Makedonia Utara, negerinya Aleksander yang Agung, hanya memiliki 93.896 pemain bola.
Kalau ditelisik lebih jauh, kita bakal tahu problem penting sepakbola Indonesia.
Dari 7.094.260 pemain bola di Zamrud Khatulistiwa ini, jumlah mereka yang terdaftar (registered player) atau yang digolongkan sebagai profesional, amatir maupun junior tapi serius, jumlahnya hanya 66.960. Sisanya yang 7.027.300 digolongkan sebagai unregistered player (pemain yang hanya kadang-kadang main). Sebutan kasarnya: main bola cuma cari keringat.
Bandingkan dengan Makedonia Utara? Pemain terdaftarnya 22.896 sedangkan yang tidak terdaftar 71.000. Sementara Wales, 67.550 pemain terdaftar dan 106.000 tidak terdaftar. Itu artinya kalau di Indonesia jumlah pemain bola yang serius hanya 0,94 persen dari seluruh orang yang memainkan bola, maka angka di Makedonia Utara dan Wales mencapai 24,3 persen serta 38,9 persen.
Bayangkan, dari jumlah total pemain Indonesia ada di peringkat tujuh dunia, tiba-tiba pada sisi jumlah pemain serius, ndlosor ke peringkat 56 dunia.
Dari survei ini pula Anda akan bisa melihat angka mengejutkan untuk negara seperti Kroasia, Uruguay, juga Islandia.
Dus, ketemu kan mengapa sebaiknya jangan lagi gunakan celetukan jumlah penduduk dengan prestasi sepakbola.
Pelajaran penting dari angka-angka di atas sebenarnya pada bagaimana Indonesia perlu memaksimalkan animo. Jika mengacu piramida pembinaan olahraga, Indonesia tidak ada masalah pada sisi pemassalan.
Problem terletak pada level berikutnya setelah olahraga rekreasi (cari keringat) yaitu participation (klub), performance (kompetisi lokal dan regional) dan excellence (prestasi dunia).
Lalu bagaimana pemecahannya? Rumit! Masalahnya terlanjur lingkaran setan. Animo tinggi tapi terbentur integritas pengelolaan. Ada politik berkelindan dengan olahraga. Belum lagi masalah infrastruktur lapangan, ketiadaan kompetisi berjenjang hingga pembinaan semrawut. Sulit diurai kusutnya.
So, sejenak lupakan dulu problematika sepakbola Indonesia. Sebentar lagi ada pesta bola Eropa 2020 di depan mata.
Mengacu catatan di atas belum tentu Euro 2020 juaranya Rusia, Turki, atau Jerman, tiga negara dengan populasi terbesar di Eropa. Makedonia Utara, Wales dan Kroasia, tiga negara dengan populasi terkecil di putaran final 2020 sewaktu-waktu bisa memberi kejutan. Jenis kejutan yang pernah dilakukan Denmark, negara dengan populasi paling kecil (5,1 juta jiwa) tetapi juara 1992.
Anda pegang siapa? Jangan lupa tuliskan di kolom komentar.
(mdk/dzm)