Benteng Tujuh Lapis, Bangunan Kokoh saat Melawan Penjajah di Desa Dalu-Dalu Riau
Benteng Tujuh Lapis menjadi salah satu pertahanan kokoh dalam melawan para penjajah di Riau.
Dalam melawan penjajah, masyarakat Indonesia pastinya memiliki benteng untuk bertahan, salah satunya Benteng Tujuh Lapis di Riau.
Benteng Tujuh Lapis, Bangunan Kokoh saat Melawan Penjajah di Desa Dalu-Dalu Riau
Sejarah Benteng
Melansir dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatra Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, Benteng Tujuh Lapis ini terletak di Desa Dalu-Dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dan didirikan pada tahun 1835. Pembangunan benteng ini tak lekang dari pendirinya yaitu Tuanku Tambusai. Tuanku Tambusai lahir pada zaman Kekuasaan Duli yang menjadi tuan besar raja ke-14 di Kerajaan Tambusai. Benteng ini merupakan salah satu dari beberapa benteng seperti Kubu Baling-Baling, Kubu Gedung, dan Kubu Talikemain. Semua benteng ini dipersiapkan untuk menahan serangan para penjajah Belanda sekaligus mempertahankan kedaulatan Tanah Air.
-
Kapan benua ini tenggelam? Sekitar 70.000 tahun yang lalu, daratan luas yang kini tenggelam di lepas pantai Australia kemungkinan pernah ditinggali setengah juta manusia.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Di mana Beji Sirah Keteng berada? Saat ini, Beji Sirah Keteng dikelola oleh empat RT di Desa Bedingin, Kecamatan Sampit, Kabupaten Ponorogo.
-
Mengapa benua ini tenggelam? “Kita berbicara tentang lanskap yang cukup terendam, lebih dari 100 meter di bawah permukaan laut saat ini,” Kasih Norman, arkeolog Universitas Griffith di Queensland, Australia, dan penulis utama studi baru ini, kepada Live Science.
-
Bagaimana Teluk Belanga menjadi simbol budaya Riau? Bertepatan dengan perpindahan ibu kota itulah, pakaian adat Teluk Belanga lahir dan menjadi pakaian simbol kebudayaan masyarakat Riau.
-
Apa itu kue lapis? Kue lapis adalah kue tradisional Indonesia yang terbuat dari adonan tepung beras, tepung kanji, santan, gula pasir, garam dan pewarna.
Benteng Kokoh dan Kuat
Pada saat para penjajah Belanda melakukan serangkaian penyerangan, Benteng Tujuh Lapis sangatlah kokoh dan kuat. Tak tanggung-tanggung, para penjajahan dibuat kewalahan dan kesulitan untuk menembus benteng tersebut. Keunggulan dari Benteng Tujuh Lapis ini adanya tanggul pertahanan yang berjumlah tujuh lapis. Benteng ini juga dilengkapi dengan parit sedalam 10 meter yang diisi air yang dilapisi kubu kecil dengan lubang-lubang bedil. Kubu-kubu itu dilingkari bambu duri dan diselingi traverzen atau jalan pintas dan rumah-rumah jaga. Bagian belakang benteng langsung terhubung dengan Sungai Batang Sosah untuk mengantisipasi jika benteng sudah dimasuki musuh.
Kerahkan Ribuan Pasukan
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari beberapa sumber, pertempuran yang dipimpin oleh Kolonel Michiels pada tahun 1837 itu sungguh kewalahan melawan Tuanku Tambusai berkat benteng tersebut. Kolonel Michiels pun sampai meminta bantuan ke Batavia untuk mengerahkan empat kompi dan dibantu pasukan pribumi yang pro Belanda. Saat pertempuran, beberapa orang penting di kubu Belanda menjadi korban, di antaranya Mayor Beethoven, Kapten Schaen, dan Mayor Westenberg. Pada tahun 1838, Michiels berhasil merebut Benteng Tujuh Lapis, namun sang pemimpin yaitu Tuanku Tambusai berhasil melarikan diri ke Semenanjung Malaya.
Peran Tuanku Tambusai
Selain berkat kekokohan Benteng Tujuh Lapis, peperangan ini juga tak lepas dari peran Tuanku Tambusai. Pertempuran ini melibatkan warga Indonesia yang menjadi pengikut Tuanku Tambusai karena kecerdikannya, kewibawaannya, dan jiwa kepemimpinan yang tinggi. Karena perjuangan dan kehebatannya, Tuanku Tambusai di juluki "De Padriesche Tiger van Rokan" atau Harimau Paderi dari Rokan yang bertempur di Riau.
Kondisi Benteng
Kondisi saat ini Benteng Tujuh Lapis telah menjadi cagar budaya dan bukti peninggalan sejarah. Pada bagian Timur benteng sudah mengalami erosi. Untuk pos-pos pemantau di sekitar benteng sudah tidak terlihat jelas. Kawasan benteng pun dimanfaatkan oleh warga setempat sebagai tempat tinggal. Sayangnya, fasilitas di tempat ini kurang memadai apabila dijadikan kunjungan wisata sejarah.