Tapak Tilas Inong Balee, Bukti Sejarah Benteng Laksamana Wanita Pertama di Dunia
Tapak tilas Benteng Inong Balee, saksi sejarah kekuatan kemaritiman Indonesia dan terbentuknya prajurit wanita janda di Aceh.
Benteng Inong Balee di Aceh Besar menjadi bukti sejarah kekuatan kemaritiman di Nusantara saat itu.
Tapak Tilas Inong Balee, Bukti Sejarah Benteng Laksamana Wanita Pertama di Dunia
Benteng Inong Balee menjadi lokasi saksi bisu sejarah kemaritiman di Nusantara. Pasalnya, benteng ini merupakan tempat dilatihnya para wanita janda untuk menjadi prajurit Kerajaan Aceh yang kuat dan tangguh.
Cerita berdiri benteng ini tak lepas dari seorang Laksamana Laut wanita pertama di dunia, yaitu Laksamana Malahayati. Nama beliau tak setenah RA Kartini atau Cut Nyak Dien, namun jasa dan perannya di kancah kemaritiman sudah tak perlu diragukan lagi.
Latih 2.000 Prajurit
Sebelum menjelajah bentengnya, asal usul nama Inong Balee berasal dari kata Inong yang berarti wanita dan Balee berarti janda. Pada zaman Sultan Alauddin Ali Riayat Syah, dibentuklah satu pasukan yang terdiri dari wanita janda.
Armada itu dibentuk oleh Laksamana Malahayati dan ia terjun langsung untuk melatih kurang lebih 2.000 prajurit wanita janda untuk ikut berperang melawan penjajah. Mereka dilatih di Benteng Inong Balee ini.
Benteng Pertahanan
Mengutip kebudayaan.kemdikbud.go.id, peran Benteng Inong Balee ini begitu penting di wilayah pesisir. Pasalnya lokasinya cukup strategis bagi pertahanan militer Aceh dari ancaman serangan penjajah khususnya dari arah Selat Malaka.
Posisi benteng yang berada di dataran tinggi ini membuat pasukan bisa melihat jangkauan yang lebih luas. Tak heran benteng tersebut membentang dari ujung barat Teluk Krueng Raya hingga Pesisir Timur Aceh Besar.
Berkat letaknya yang begitu strategis, memudahkan pasukan Inong Balee untuk menyerang armada laut penjajah. Pencapaian terbesar mereka dan Laksamana Malahayati adalah berhasil membunuh pimpinan armada laut Belanda, Cornelis de Houtman.
Kondisinya Kini
Benteng Inong Balee saat ini bentuknya sudah tak lagi utuh, hanya tersisa puing-puing reruntuhan saja. Hal ini tak lepas dari umur benteng yang sudah hampir ratusan tahun dan faktor alam.
Dari faktor alam, pada bagian sisi barat benteng berhadapan langsung dengan jurang yang rawan sekali longsor akibat abrasi. Selain itu, puing-puing benteng sudah tertutupi oleh rerumputan tebal.
Letak benteng ini berada di ketinggian 100 meter di atas permukaan laut, jauh dari pusat kota dan medan yang dilalui cukup sulit sehingga benteng ini masih sangat jarang dikunjungi oleh wisatawan.
Kabar baiknya, pada 2018 Tim Cagar Budaya Nasional menetapkan Benteng Inong Balee sebagai salah satu bangunan Cagar Budaya Nasional. Dengan adanya penetapan ini, benteng tersebut bisa terselamatkan dan bangunannya bisa dilestarikan dari kehancuran.