Mengenal Panglima Laot, Warisan Budaya Tak Benda yang Jaga Pesisir Aceh
Keberadaan Panglima Laot ini sudah muncul sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-17.

Keberadaan Panglima Laot ini sudah muncul sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-17.

Mengenal Panglima Laot, Warisan Budaya Tak Benda yang Jaga Ekosistem di Kalangan Nelayan Aceh
Sejak zaman dahulu masyarakat Aceh bagian pesisir sudah dekat sekali dengan kehidupan laut. Mereka sehari-hari bekerja sebagai nelayan dan sudah pasti sangat bergantung dengan ekosistem laut.
Lebih dari itu, kebiasaan-kebiasaan warga pesisir Aceh pun perlahan-lahan menjadi sebuah kebudayaan dan melahirkan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun.
Uniknya, masyarakat pesisir Aceh memiliki sebuah lembaga bernama Panglima Laot yang memimpin adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di bidang penangkapan ikan.
Panglima Laot sudah diterapkan sejak zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda untuk memungut cukai kapal-kapal yang singgah di pelabuhan.
Selain itu berfungsi untuk mobilisasi nelayan untuk berperang. (Foto: Pixabay)

Pimpin Angkatan Perang
Mengutip dari situs pgsp.big.go.id, Panglima Laot Aceh ketika zaman Kesultanan Iskandar Muda awalnya didirikan untuk mengatur serta memimpin angkatan perang mereka.
Sejak abad ke-17, peran dan fungsi dari Panglima Laot ini cukup penting dalam sistem kemaritiman di Aceh pada saat itu.
Maka dari itu, sistem ini sampai sekarang masih terus digalakkan dan sudah menjadi bagian dari kearifan lokal nelayan Aceh.
Dilansir dari Antara, Panglima Laot ini juga bertugas untuk mengatur dan menjaga ketertiban dalam menangkap ikan serta kehidupan masyarakat pesisir.
Artinya, Panglima Laot diibaratkan tokoh yang menegakkan hukum adat laut.
Mengatur Aktivitas Nelayan
Seiring berjalannya waktu, setelah Indonesia merdeka Panglima Laot otomatis bergeser fungsi, peran, dan tugasnya.
Menurut warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Panglima Laot memiliki wewenang sebagai pengatur tata cara penangkapan ikan di laut atau yang disebut Meupayang.
Kemudian, Panglima Laot berhak menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara nelayan di laut agar tidak terjadi konflik berkepanjangan. Artinya, mereka berperan sebagai penengah dan juga pengadil.
Sampai saat ini, Panglima Laot Aceh sudah dibagi ke dalam tiga tingkatan wilayah, mulai dari Panglima Laot Lhok, Panglima Laot Kabupaten, dan Panglima Laot Aceh.
Panglima Laot Lhok (kuala atau tempat kapal boat bersandar) ini sudah ada 175 anggota yang tersebar di 18 Kabupaten/Kota Aceh.
Ditetapkan Kekuasaan Tertinggi
Melansir dari kanal Antara, pada tahun 2000 silam secara resmi ditetapkan bahwa kekuasaan tertinggi dalam struktur lembaga adat berada di tangan Panglima Laot yang memimpin tingkat Provinsi.
Mereka bertugas untuk mengkoordinasi hukum adat laot, menjembatani kepentingan nelayan dengan pemerintah, hingga mengatur kebijakan kelautan dan perikanan.

Aturan yang mengatur kewenangan Panglima Laot tertuang dalam UU No.11 Tahun 2006 pasal 98-99 dan Pasal pasal 162 ayat (2) huruf e tentang Pemerintahan Aceh.
Warisan Budaya Tak Benda
Pada 2018 lalu, lembaga yang memimpin adat istiadat, kebisaaan-kebisaaan yang berlaku di bidang penangkapan ikan ini ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda.