Sosok Pria Ini Jadi KSAD Termuda di Usia 31 Tahun, Pernah Jadi Guru hingga Banting Setir di Dunia Militer
Selain menjabat sebagai KSAD termuda, sosok guru ini juga menjabat KSAD dua kali.
Selain menjabat sebagai KSAD termuda, sosok guru ini juga menjabat KSAD dua kali.
Sosok Pria Ini Jadi KSAD Termuda di Usia 31 Tahun, Pernah Jadi Guru hingga Banting Setir di Dunia Militer
Sosok Abdul Haris Nasution terus dikenang dalam catatan sejarah TNI di Indonesia.
Kiprahnya dalam dunia militer dan politik semasa Revolusi Nasional Indonesia juga patut diapresiasi.
Lahir di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Mandailing Natal, A.H. Nasution berasal dari keluarga Batak muslim yang merupakan anak kedua dari H. Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis.
-
Siapa KH Ahmad Hanafiah? KH Ahmad Hanafiah menjadi salah satu sosok paling berpengaruh di Kota Lampung yang juga seorang ulama berpengaruh di sana.
-
Bagaimana K.H. Abbas Abdul Jamil melawan penjajahan? Salah satu yang menjadi modalnya dalam melawan penjajah adalah menghidupkan kembali Tarekat Tijaniyah yang didirikan oleh ulama Aljazair, Syekh Abul Abbas Ahmad At-Tijani (1737-1815).Dalam gerakan ini, Kiai Abbas menyebarkan semangat mengedepankan syariat sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW dalam melawan tirani. Ada semangat kerasulan yang dibawa dalam gerakan ini, agar penjajahan yang memperbudak dan menyengsarakan rakyat dihapuskan.
-
Siapa Jenderal TNI yang pernah menjabat KSAD, Panglima ABRI, dan Menhan Indonesia dalam waktu yang bersamaan? Tokoh militer TNI-AD asal Jambi ini merupakan satu-satunya Jenderal yang menjabat KSAD, Panglima ABRI, dan Menhan Indonesia dalam waktu yang bersamaan. Edi Sudrajat, mungkin bagi banyak orang tidak mengetahui siapa sosok dibaliknya.
-
Apa yang menjadi cikal bakal Kopassus TNI AD? Soegito lulus Akademi Militer dan bergabung dengan Korps Baret Merah yang saat itu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Pasukan elite ini menjadi cikal bakal Kopassus TNI AD. Berbagai penugasan tempur pernah dijalani oleh Soegito. Termasuk terjun ke Dili saat Indonesia menyerbu Timor Timur.
-
Kenapa KH Ahmad Hanafiah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional? Gelar tersebut diserahkan oleh Presiden RI kepada perwakilan keluarga di Istana Negara Jakarta pada Jumat (10/11) lalu.
-
Kapan Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak wafat? Ia wafat di Bern, Swiss pada tanggal 10 Juli 1965 di usianya yang sudah 68 tahun.
Selama hidupnya, A.H. Nasution memiliki latar belakang di bidang pendidikan. Ia pernah menjadi guru di Bengkulu dan Palembang.
Namun, menjadi seorang guru bukanlah profesi yang cocok baginya. Pada akhirnya ia memutuskan untuk ikut melawan penjajahan dan bergabung dengan Akademi Militer di Bandung.
Lalu, bagaimana perjalanan karier militer A.H. Nasution? Simak rangkumannya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.
Sosok Guru yang Banting Setir di Dunia Militer
Menjadi guru di Bengkulu pada tahun 1937, Nasution tinggal di dekat rumah pengasingan Soekarno. Ia kadang-kadang berbicara dengan Soekarno, dan mendengarnya berpidato.
Setahun kemudian Nasution pindah ke Tanjung Raja, dekat Palembang dan melanjutkan mengajar.
Namun, keinginannya menjadi guru pun memudar hingga akhirnya ia memutuskan ke dunia militer dan berkecimpung di politik.
Naik Pangkat dari Kopral jadi Sersan dalam Waktu 3 Bulan
Pada tahun 1940, saat Jerman Nazi menduduki Belanda, pemerintah kolonial Belanda membentuk korps perwira cadangan di Indonesia, yang juga menerima orang-orang Indonesia. Abdul Haris Nasution bergabung dengan korps ini sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan pelatihan militer.
Dia naik pangkat dari kopral menjadi sersan dalam tiga bulan. Kemudian, ia menjadi seorang perwira dalam Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL).
Bergabung dengan TKR
Pada tahun 1942, saat Jepang menduduki Indonesia, Nasution ditugaskan di Surabaya untuk mempertahankan pelabuhan.
Namun, karena takut ditangkap oleh Jepang, ia menyelinap kembali ke Bandung dan membantu milisi PETA dengan menyampaikan pesan, meskipun tidak secara resmi menjadi anggota milisi tersebut.
Pada saat proklamasi kemerdekaan, Nasution bergabung dengan satuan militer Indonesia yang dikenal dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Divisi Siliwangi
Pada bulan Mei 1946, Nasution menduduki jabatan Panglima regional Siliwangi.
Ketika menduduki jabatan tersebut, Nasution mulai mengembangkan teori perang teritorial yang akan menjadi doktrin pertahanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di masa depan.
Setelah perjanjian Renville yang membagi wilayah Jawa yang dikuasai Belanda dan Indonesia, tempat Nasution bertugas yakni di Jawa Barat termasuk dalam wilayah kekuasaan Belanda, ia terpaksa memimpin divisi Siliwangi di Jawa Tengah.
- Kisah Guru Ngaji di Bekasi Sukses Jualan Keripik Ubi, Modal Awal Rp50 Ribu Kini Cuan hingga Rp40 Juta per Bulan
- Momen Rekan Seprofesi Beri Dukungan untuk Pak Akbar, Guru yang Dituntut Rp50 Juta karena Tegur Siswa agar Salat
- Duduk Perkara Guru di Samosir Potong Rambut Pelajar SMP dengan Model Tak Wajar
- Momen Siswa dan Guru SD di Padang Berjibaku Jemur Buku Pascabanjir
Panglima TKR
Tahun 1948 karier militer Nasution menanjak. Ia menjabat sebagai Wakil Panglima TKR dan menjadikan dirinya orang dengan kedudukan terkuat setelah sang Jenderal Soedirman.
Selama menjadi Wakil Panglima, Nasution kerap membantu Soedirman dalam mereorganisasi pasukan. Kemudian, Nasution juga berperan dalam pertempuran di Peristiwa Madiun tahun 1948.
Saat itu juga, Nasution juga mengambil tindakan mengirim pasukan untuk mengakhiri pemberontakan komunis.
Menjabat KSAD di Usia 31 Tahun
Pada 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dan Abdul Haris Nasution diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Lahir pada tahun 1918, ia resmi menjadi KSAD ke-2 menggantikan GPH Jatikusumo di usia yang cukup muda yaitu 31 tahun.
Selain Nasution, GPH Jatikusumo juga menjabat sebagai KSAD di usia yang sama. Kedua sosok ini menjabat sebagai KSAD termuda sepanjang sejarah Indonesia.
Saat menjabat KSAD, Nasution bersama TB Simatupang, Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia memutuskan untuk mengadopsi kebijakan restrukturisasi dan reorganisasi di dalam tubuh ABRI.
Tujuan reorganisasi ini untuk menciptakan tentara dengan lingkup kecil tetapi lebih modern dan profesional.
Sistem ini turut didukung oleh Perdana Menteri Wilopo dan Menhan Sultan Hamengkubuwono IX.
Namun, di sisi lain banyak tokoh tentara yang menentang sistem tersebut, salah satunya Bambang Supeno yang merupakan pimpinan prajurit yang dilatih oleh Jepang.
Nasution mengemban Jabatan KSAD periode pertama sampai 18 Oktober 1952.
Periode Kedua KSAD
Setelah Nasution diasingkan selama tiga tahun, ia kembali diangkat menjadi KSAD untuk kedua kalinya pada tahun 1955.
Ketika menjabat, ia langsung menyusun rancangan dalam struktur kemiliterannya.
Ada tiga pendekatan yang dirancang oleh Nasution, di antaranya merumuskan sistem tur tugas (penempatan perwira di seluruh negeri), pemusatan latihan militer (dibuat seragam), dan meningkatkan pengaruh militer dan kekuatan sehingga mampu mengurus diri sendiri tanpa keputusan sipil.
Jenderal Besar
Abdul Haris Nasution mendapatkan pangkat Jenderal Besar dalam sejarah Indonesia sebagai hasil dari pengabdiannya yang panjang dan pengalaman militer yang luas. Perwira ini memiliki peran penting dalam sejarah militer Indonesia.
Pangkat Jenderal Besar diberikan pada Nasution pada tanggal 16 Juni 1966 oleh Presiden Soekarno usai peristiwa G30S/PKI.
Nasution berperan penting dalam menggagalkan kudeta G30S/PKI pada tahun 1965 sebagai Panglima Angkatan Darat. Ia membantu melindungi pemerintahan yang sah, menyusun strategi pertahanan, dan mendukung Jenderal Suharto dalam mengembalikan stabilitas negara.
Pengangkatan Nasution sebagai Jenderal Besar mengakui perannya dalam pertahanan nasional dan stabilitas negara serta posisinya yang berpengaruh di militer Indonesia.